Unit gawat darurat (UGD) atauinstalasi gawat darurat (IGD) adalah salah satu unit dirumah sakit yang memberikan perawatan awal untukpasien denganpenyakit ataucedera yang dapat mengancamhidup.[1] UGD menyediakan perawatandiagnostik danpengobatan mendesak untukpasien dengancedera, seranganpenyakit mendadak,eksaserbasi penyakit, atau penyakit yang terjadi di luar jam kerjapoliklinik dan hari libur.[2] UGD melakukanpelayanan medis selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu.[1]
Gawat darurat sendiri adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahankecacatan.[3] Gawat adalah keadaan yang berkenaan dengan suatupenyakit atau kondisi lainnya yang mengancam jiwa, sedangkan darurat adalah keadaan yang terjadi tiba-tiba dan tidak diperkirakan sebelumnya, suatukecelakaan, kebutuhan yang segera atau mendesak.[1]
Secara lokasi,departemen gawat darurat sebaiknya terletak di lantai dasar, di bagian depanrumah sakit dengan pintu masuk yang terpisah.[2] UGD menggunakan sistem dengan pendekatanmultidisiplin dan multiprofesi.[3] Pendekatan terpadu yang memprioritaskan pengenalan dini,resusitasi, danpengobatan kondisidarurat dapat mengurangimorbiditas danmortalitaspasien dengan berbagai kondisi kegawatdaruratan.[4]
Prosedur penangananpasien yang datang ke UGD secara umum dibagi menjadi empat:triase, survei primer, survei sekunder, dan tata laksana definitif.[3]
Triase berasal dari kataPerancis "trier," yang berarti proses penyortiran dan pengorganisasian.[5] Triase adalah proses khusus memilahpasien berdasarkan beratnyacedera ataupenyakit untuk menentukan jenis penanganan atauintervensi kegawatdaruratan.[3] Sejarah triase darurat berawal darikedokteranmiliter. Sejak abad ke-18, terdapat dokumentasi yang menunjukkan bagaimanaahli bedah dengan cepat memeriksaprajurit dan menentukan tindakan yang dapat dilakukan untukprajurit yang terluka.[5]
Triase melibatkan pemberlakuan sistem prioritas dengan penentuan dan penyeleksian pasien yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, didasarkan pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Proses triase ini memastikan bahwa sumber dayamedis yang terbatas dapat digunakan secara efektif untuk menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa.[3] Di kondisi sehari-hari, sistem triase dapat digunakan untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin bagi setiap pasien. Sedangkan, dalam kondisi bencana, sistem ini dapat digunakan untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif bagi pasien dalam jumlah banyak.[6]
Pasien datang dan diterima tenaga kesehatan di UGD untuk segera dilakukan penilaian secara singkat dan cepat. Penilaian dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara menilai tanda vital dan kondisi umum pasien, kebutuhan medis, kemungkinan bertahan hidup, bantuan yang memungkinkan, dan memprioritaskan penanganan definitif. Triase diakhiri dengan penentuan status pasien menurut kegawatdaruratannya, apakah masuk ke dalam kategori merah, kuning, hijau atau hitam berdasarkan prioritas atau penyebab ancaman hidup.[3]
Setelah mengevaluasi potensi jalan nafas (airway), status pernapasan (breathing), sirkulasi ke jaringan (circulation), serta status mental yang diukur melaluiAlert Verbal Pain Unresponsive (AVPU), tindakan resusitasi harus segera diberikan kepada pasien dengan kategori merah.[3]
Resusitasi merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi vital ketika kehidupan tampak hilang atau menurun.[7] Resusitasi melibatkan serangkaian intervensi yang dilakukan untuk memastikan pasokan oksigen dan sirkulasi darah ke tubuh.[8]
Melakukan anamnesis untuk mendapatkan informasi mengenai apa yang dialami pasien, melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh (head to toe), dan melakukan pemeriksaan penunjang. Survei sekunder tidak diwajibkan apabila kondisi pasien memerlukan tindakan definitif segera.[3]
Penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap pasien. Penentuan tindakan yang diambil berdasarkan hasil kesimpulan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang oleh tenaga kesehatan yang berwenang, yakni dokter.[3]