Seorangwarga sipil adalah berkenaan dengan penduduk, Masyarakat atau rakyat (bukan militer).[1] Bedasarkan Konvensi Jenewa IV, perlindungan umum yang diberikan kepada penduduk sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif, dalam segala keadaan, penduduk sipil atas penghormatan pribadi, hak kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya.[2]
seseorang yang bukan merupakan anggotamiliter atau dari angkatan bersenjata. MenurutKonvensi Jenewa Keempat, merupakan sebuahkejahatan perang untuk menyerang seorang warga sipil yang tidak sedang melakukan penyerangan secara sengaja atau menghancurkan atau mengambilkepemilikan milik seorang warga sipil secara tidak perlu.
Meskipun begitu, barang milik seorang warga sipil boleh dihancurkan jika ada tujuanmiliter; barang milik seorang warga boleh disita untuk keperluan militer; dan kerusakan secara tidak sengaja merupakan sesuatu yang dapat diterima dalam suatuperang.
Dalam praktiknya, siapa yang boleh disebut sebagai pihak pejuang dan non-pejuang kadang menjadi persoalan yang rumit, terutamanya dalamperang gerilya di mana para pejuang gerilya menerima dukungan penduduk lokal. Kadang menjadi perdebatan bahwa perbedaan antara warga sipil dan militer dan ketidak senangan terhadap penyerangan terhadap warga sipil merupakan refleksi dari sikapBarat terhadap perang; bagi komunitas lainnya hal ini bukan merupakan suatu masalah, malah mereka menganggap strategi perang pihak Barat sepertipengeboman strategis sebagai hal yang tidak disenangi.
Di luar hal itu, ada 188negara yang mengikutiKonvensi Jenewa (per 31 Desember 1996) termasuk negara-negara non-Barat yang telah terlibat konflik sejak12 Agustus1946, hari ditetapkannya Konvensi tersebut, misalnyaAfganistan,Kamboja,Tiongkok,Kongo,India,Iran,Irak,Yordania, kedua-dua negaraKorea,Kuwait,Laos,Rwanda,Suriah danVietnam.
- ^https://kbbi.web.id/sipil
- ^https://media.neliti.com/media/publications/14990-ID-tinjauan-yuridis-konvensi-jenewa-iv-tahun-1949-terhadap-negara-negara-yang-berpe.pdf