Serikat Indonesia Baroe (disingkat SIBAR), adalah salah satu diantara dua organisasi nasionalis Indonesia yang aktif di Australia padamasa pendudukan Jepang. Organisasi ini dipimpin oleh tokoh-tokoh bekas tahananBoven Digoel yang diungsikan ke Australia, rata rata mereka adalah tokoh yang berlatar belakang sosialis/komunis.
Serikat Indonesia Baroe | |
---|---|
Ketua umum | Sardjono |
Pendiri | Sardjono (Ketua) Poedjosoebroto Winanta |
Dibentuk | 06 Agustus 1944 (1944-08-06) |
Dibubarkan | 15 Agustus 1945 |
Kantor pusat | Sydney |
Surat kabar | Penjoeloeh |
Ideologi | |
Afiliasi internasional | Partai Komunis Australia |
Warna | Merah |
Pada tahun 1942, ketika Hindia Belanda jatuh ke tangan tentara Jepang, Belanda segera melakukan pengungsian interniran dariBoven Digoel ke Australia. Pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan pemerintahan pengasingan di Australia. Tokoh-tokoh yang diungsikan dari Digoel dahulu adalah aktivis-aktivis yang menentang sistem kolonial, dan sebagian berhaluan komunis.
Sardjono danWinanta adalah dua diantara banyak tokoh komunis yang dahulu aktif didalamPKI. Di Australia, Sardjono dan kelompok digulis lainnya mendapat dukungan dari mantan Gubernur Jawa TimurCharles van der Plas untuk mendirikan pergerakan nasionalis anti-fasis yang bertujuan menentang rezim pendudukan Jepang. Pada 6 Agustus 1944, surat kabarPenjoeloeh mengkabarkan berdirinya sebuah organisasi nasionalis di Australia yang bernama Serikat Indonesia Baroe, atau biasa disingkat SIBAR.[1]
Didalam akta pendirian, jabatan ketua dipegang oleh Sardjono, wakil ketua olehBudisucitro, dan sisanya dipegang oleh tokoh digulis lainnya sepertiPoedjosoebroto, Winanta,Almassawa, dan masih banyak lagi. Lewat SIBAR, Sardjono dan lainnya menyuarakan semangat anti-fasisme, dan seruan untuk mendukung pemerintahan pengasingan Belanda dalam melawan pendudukan Jepang. SIBAR berhasil mendapatkan banyak dukungan dari tokoh eks-Digulis, terutama mereka yang dahulu terlibat dalamPKI danPNI.
Pada Februari 1945, organisasi nasionalis lain didirikan di Australia, yaituPartai Kebangsaan Indonesia, atau dikenal sebagai Parki. Di dalam hubungannya dengan SIBAR, Parki sering kali menunjukkan penentangan dengan SIBAR. Jika dilihat dalam komposisi anggotanya sendiri, SIBAR lebih banyak diisi oleh tokoh-tokoh komunis atau sosialis berhaluanComintern yang dahulu mendukungPemberontakan 1926/1927, sementara Parki diisi oleh tokoh-tokoh yang tidak begitu menonjol, yang sebagian diantaranya merupakan sosialis berhaluan lebih lunak. Tokoh-tokoh Parki diketahui sebagian bersimpati dengan gagasan-gagasanTan Malaka.[2]
Ketika berita mengenai kekalahan Jepang sampai di Australia, pimpinan SIBAR memberitakan dalam Penjoeloeh bahwa organisasi akan segera dibubarkan karena tujuan mereka untuk melawan rezim militer Jepang telah usai. Berita ini disampaikan pada 15 Agustus 1945, dan cabang-cabang di berbagai daerah secara resmi telah dibubarkan pada September 1945. Para tokoh pimpinan Sibar sebagian kembali ke Indonesia untuk kembali berpolitik, namun sisanya memilih untuk berhenti. Sekembalinya dari Australia, Sardjono kembali menjadi ketua umum PKI menggantikanMohamad Jusuf pada 29 Maret 1946.
Bukannya tanpa hambatan, sebagian fraksi politik di dalam tubuh Sayap Kiri, khususnya tokoh PKI banyak mengkritik haluan SIBAR yang dianggap berkomplot dengan Belanda, atau secara kasar disebut sebagai imperialis. Hal ini didasari dari laporan-laporan mengenai campur tangan Van der Plas dalam pendiriannya. Maka dari itu terdapat sentimen tersendiri kepada tokoh-tokoh eks-Sibar yang kembali ke Indonesia. Hal yang sama juga berlaku untukSardjono, terlebih lagi ketika ia tidak menepati janjinya mengenai posisi Winanta didalam tubuh PKI.