Parada Harahap (15 Desember 1899 – 11 Mei 1959) adalah seorang jurnalis dan penulisIndonesia. Pada tahun 1930-an, ia dijuluki sebagaiKing of the Java Press.[1] Ia merintis jenis surat kabar baru dalam bahasa Melayu yang netral secara politis dan ditargetkan bagi kelas menengah di Hindia Belanda yang jumlahnya semakin banyak kala itu.[1] Sejak bulanJuli1914, ia bekerja sebagaileerling schryver padaRubber Cultur My Amasterdam diSungai Karang,Asahan. Karena kecerdasan dan daya ingatnya yang sangat baik Parada Harahap kemudian dapat menggantikan juru buku berkebangsaan Jerman. Selama bekerja di perkebunan itu Parada Harahap terus belajar supaya dapat berbicarabahasa Belanda membaca surat kabarDe Sumatra Post dan surat kabarberbahasa Melayu sepertiBenih Merdeka danPewarta Deli serta mempelajari tulisan-tulisan yang dimuat dalam surat kabar itu. Pada tahun1917 dan1918 Parada Harahap telah menulis dan membongkar kekejamanPoenale sanctie dan perlakuan di luar batas perikemanusiaan terhadapkuli-kuli kontrak yang dilakukan baik oleh tuan kebun maupun bawahannya.
Parada Harahap lahir pada 15 Desember 1899 diPargarutan,Sipirok, sekarang bagian dariKabupaten Tapanuli Selatan,Sumatera Utara. Sejak kecil, ia sudah gemar membaca, kebanyakan bahan bacaannya adalah koran dan majalah yang dikirimkan oleh kakaknya dariBukittinggi.[2]
Karier jurnalisnya dimulai ketika ia menjadi staf redaksi surat kabarBenih Merdeka. Kemudian diakembali ke kampung halamannya dan memimpin surat kabarSinar Merdeka (1919) dan memimpin majalahPoestaha. Surat kabarnya sebagian besar mengkritik kebijakan pemerintahan kolonialBelanda akibat kesewenang-wenangan mereka selama diHindia Belanda. Selama dua tahun di Padangsidempuan, ia telah 12 kali terkena delik pers serta berulang kali keluar masuk penjara.
Pada tahun1922, ia pindah ke Jakarta menerbitkan mingguanBintang Hindia,Bintang Timur danSinar Pasundan. Pada saat itu ia mulai memakai nama samaranOom Baron Matturepeck yang diambil dari bahasa Batak (berarti suara dari kertas). Selain itu, ia adalah satu-satunya orang pertama yang mendirikan Akademi Wartawan di Jakarta.pada masa pendudukan Jepang, dia dipercaya menjadi pemimpin redaksi Surat KabarSinar Baroe.
Menjelang masa kemerdekaan pada tahun 1945, ia masuk dalam susunan anggota BPUPKI yang dibentuk oleh Jepang di Jakarta. Dalam hal ini, dia adalah satu-satunya anggota BPUPKI yang berasal dari kalangan masyarakatBatak.
Parada Harahap menikah denganBoetet Satidjah.