![]() ![]() | |
Biografi | |
---|---|
Kelahiran | 15 September 1865![]() Oud-Loosdrecht(en) ![]() ![]() |
Kematian | 1r Mei 1926![]() Poso ![]() |
Data pribadi | |
Pendidikan | Universitas Leiden![]() |
Kegiatan | |
Pekerjaan | fotografer, Misionaris, ahli bahasa![]() |
Periode aktif | (Floruit(mul)![]() ![]() |
Nicolaas Adriani atauTua Boba (15 September 1865 – 5 Agustus 1926), adalah seorangteolog danpenginjil dengan keahlian khusus di bidang bahasa.[1] Adriani menjadi seorang ahli bahasa yang bekerja diPoso, dan memfokuskan diri untuk mempelajari bahasa-bahasa Toraja-Poso diSulawesi Tengah.[2] Adriani bekerja diPoso sebagai utusan dariNederlands Bijbelgenootschap atauLembaga Alkitab Belanda. Adriani merupakan keponakan langsung dariJ. W. Gunning, salah satu penginjil terkemuka dariBelanda.[3]
Nicolaus Adriani lahir diOud-Loosdrecht,Holland Selatan pada tanggal 15 September 1865. Ayahnya adalah seorang pendeta bernama Maarten Adrian Adriani, yang juga merupakan seorang menteri di sana. Maarten kemudian menduduki posisi sebagai Direktur Lembaga Misionaris Utrecht (Utrechtsche Zendingsvereeniging).[4] Ibunya berasal dari marga terkenal, keluargaGunning,[5] yang garis keturunannya juga banyak yang menjadi pendeta. Adriani menghabiskan masa kecilnya di lingkungan pastoranMaarssen, kemudian bersekolah digimnasium yang berada di Utrecht.[6]
Ia menetap di rumah pamannya, pendetaJohannes Hermanus Gunning, untuk bersekolah di sekolah tata bahasaDen Haag. Adriani sering kali mengikuti pamannya—yang saat itu mengajar di sekolah menengah atas—ke gimnasium diAmsterdam.[6]
Adriani bekerja di Poso dari tahun 1895 hingga 1923. Ia menyabet gelar Pada tahun 1897, ia menyabet gelarPh.D dalam bidang studi ilmu bahasa Hindia Timur BelandaUniversits Leiden.[7] Pada tahun 1897, ia menjadi koresponden untukAkademi Seni dan Ilmu Pengetahuan Kerajaan Belanda, dan pada tahun 1918 ia menjadi anggota.[8] Adriani bersama dengan J. W. Gunning berhasil mempengaruhi pandanganNederlands Bijbelgenootschap (NBG) atauLembaga Alkitab Belanda dan pimpinan zending di negeriBelanda mengenai pekerjaan para penginjil diHindia Belanda serta membangkitkan semangat NBG untuk semakin mendukung pekerjaan mereka diPoso. Dalam surat-suratnya, Adriani selalu menyebut daerah yang ditempatinya sebagaiToraja, namun sebenarnya maksud Adriani adalahToraja-Poso, mengingat saat itu dia memetakan hampir seluruh wilayahSulawesi Tengah sebagai daerahToraja.[9] Adriani tiba di Poso pada bulan Maret 1895.[10]
Pada bulan Desember 1899 hingga Oktober 1900, ia mengadakan perjalanan keJawa danSumatra, dan dari bulan Desember 1902 sampai Maret 1905, ia mengadakan perjalanan keMinahasa.
Adriani juga menjadi salah satu sumber informasi bagiPerhimpunan Pekabaran Injil Gereformeerd dalam menentukan tempat-tempat yang akan dijadikan sebagai medan pekabaran Injil.[11] Mengenai metode pekabaran Injil, Adriani lebih memilih untuk melakukan penginjilan kepada orang-orang yang masih menganut agama suku, sebab menurut Adriani, melakukan penginjilan kepada orang-orang yang sudah menganut agama Islam akan menghadapi kendala yang lebih besar. Pada saat itu, Adriani bekerja sama dengan Kruyt memetakan rumpun suku Toraja yang meliputiRantepao,Makale,Palopo,Mamasa,Palu danPoso, dengan kata lain hampir meliputi seluruh daerahSulawesi Tengah.[12]
Adriani merupakan salah satu penginjil Belanda yang pertama-tama datang ke daerah Sulawesi Selatan, dan oleh karena itu, ia selalu membimbing setiap penginjil Belanda yang baru tiba di Nusantara. Dia juga yang membimbing penginjil pertama yang datang ke Tana Toraja,Antonie Aris van de Loosdrecht. Dia dan keluarganya bahkan menjemput langsung para penginjil dan keluarganya, termasuk ketika dia menjemputAntonie Aris van de Loosdrecht dan keluarganya ketika tiba diPelabuhan Tanjung Priok. Dia selalu menekankan kepada para penginjil baru khususnya yang bekerja di daerah Toraja-Poso agar tidak cepat-cepat langsung ke inti pemberitaanInjil. Dia bercerita bahwa orang-orangToraja sangat suka bercerita, dan oleh karena itu, metode ini sangat disarankannya. Mengajak orang-orang Toraja untuk bercerita, maka mereka akan tahan hingga berjam-jam duduk untuk bercerita. Penekanan mengenai metode penginjilan yang disarankan oleh Adriani ini dapat dilihat dalam salah satu surat yang ditulis olehAntonie Aris van de Loosdrecht tertanggal 5 Oktober 1913, yang diterbitkan dalam Alle den Volcke Volume 7.[13]
Pada usia 14 tahun, ia terkenapenyakit paru-paru, dan terpaksa membuatnya harus beristirahat selama setahun. Sebagai konsekuensinya, ia tidak diperbolehkan melakukan perjalanan jauh dari Maarssen ke Utrecht.[6]
Pada bulan Juli 1913, ia mengambil cuti karena sakit dan akhirnya kembali keBelanda.[10] Adriani kembali ke Poso pada bulan Mei 1914 dan melanjutkan pekerjaannya di sana, hingga kematiannya pada tanggal 1 Mei 1926.[10] Adriani wafat karena penyakitapendisitis (infeksi usus buntu). Ia dimakamkan di Kompleks Pemakaman Umum Lawanga Poso. Makamnya saat ini sudah berada berdampingan dengan pekuburan Islam. Pada tahun 1987, sempat muncul wacana untuk memindahkan makam Adriani ke Tentena untuk dikuburkan kembali di halaman kompleks Kantor SinodeGereja Kristen Sulawesi Tengah.