Krisis pengungsi di Eropa (atauKrisis migran Eropa) muncul seiring meningkatnya jumlahpengungsi (dan jugamigran ekonomi)—keUni Eropa (UE) lewatLaut Mediterania danBalkan dari Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan. Istilah ini sudah digunakan sejak April 2015 ketika sedikitnya lima kapal yang mengangkut kurang lebih dua ribumigran tenggelam di Laut Mediterania. Jumlah korban tewas mencapai sekitar 1.200 jiwa.
Tragedi tenggelamnya kapal ini terjadi setelah konflik pecah di beberapa negara Afrika Utara dan Timur Tengah dan tertutupnya keran danaOperasi Mare Nostrum dari Uni Eropa (digantikan denganOperasi Triton olehFrontex pada November 2014). Pada tanggal 23 April 2014, negara-negara UE sepakat untuk menambah anggaran operasi patroli perbatasan di Mediterania agar efektif seperti Operasi Mare Nostrum.Amnesty International mengkritik keputusan UE yang enggan "memperluas wilayah operasi Triton" sesuai wilayah operasi Mare Nostrum.[1] Beberapa pekan kemudian, Uni Eropa mengumumkan akan meluncurkan operasi baru yang berpusat di Roma,EU Navfor Med, yang dipimpin Laksamana Enrico Credendino dari AL Italia.[2]
Tahun 2014,negara-negara anggota UE mendapat 132.405 permohonan dari para migran. Secara keseluruhan, 23.295 permohonan migran diterima sehingga mereka berhak mendapat perlindungan di Uni Eropa (suaka, status pengungsi, perlindungan subsider, kemanusiaan), sedangkan 109.110 permohonan ditolak.[3] MenurutEurostat, empat negara—Jerman, Italia, Prancis, dan Swedia—menerima dua per tiga permohonan suaka UE.[4] Berdasarkan analisis data PBB danBank Dunia olehThe New York Times, Hungaria dan Swedia merupakan penerima pencari suaka terbesar per kapita.[5]