Konsekrasi (bahasa Latin:consecratio daricon +sacre,kudus atausuci) adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang dikuduskan atau dikhususkan untuk suatu maksud tertentu,[1][2] umumnya dalam halreligius. Kata kudus dalamBahasa Indonesia memiliki berasal dariBahasa Arab dan satu akar kata dengan kata קדוש, (qadosy) dalamBahasa Ibrani, yang berarti dibedakan atau dipisahkan untuk maksud tertentu.[2] Kata kudus kemudian dipakai untuk mengacu pada diriYang Ilahi sebab Dia adalah Yang Lain atau Yang Berbeda.[2] Konsekrasi sendiri berarti penyucian, pengudusan, penyerahan, pemisahan, pengkhususan, dan persembahan.[2]
DalamGereja Katolik Roma, istilah "konsekrasi" digunakan dalam suatu penetapan pelayanan kepadaAllah baik atas orang atau objek (benda). Namun saat ini, terutama di Indonesia, istilah "konsekrasi" biasa digunakan dalam konteksEkaristi.
Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1412-1413 menyatakan bahwa dalam perayaanEkaristi (Misa Kudus)imam mengucapkan kata-kata konsekrasi "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagimu.... Inilah piala darah-Ku. ..." sehingga terjadi perubahan sepenuhnya atas hakikathosti (atauroti) dananggur menjadiTubuh danDarah Kristus. Di dalam rupa roti dan anggur yang telah dikonsekrir itu,Yesus Kristus sendiri hadir sepenuhnya dalam kenyataan yang sesungguhnya secara hakiki dengan Tubuh dan Darah-Nya, serta jiwa dan kodrat ilahi-Nya.[3]Kehadiran Kristus secara nyata dalam rupa Ekaristi dimulai sejak saat konsekrasi dan selama rupa Ekaristi ada; Kristus hadir sepenuhnya dalam setiap rupa dan masing-masing bagiannya, sehingga pemecahanHosti Kudus tidak menjadikan Ia terbagi-bagi.[4]:1377
Penahbisan seoranguskup baru disebut juga konsekrasi. Istilah "konsekrasi" untuk merujuk pada tahbisan uskup lebih disukai pada masaKonsili Vatikan II (11 Oktober 1962 - 8 Desember 1965) dan sebelumnya, misalnya pada dokumen Konsili Vatikan IISacrosanctum Concilium (Konstitusi tentang Liturgi Suci) no.76:[5]
Selain itu disebut juga dengan istilah "konsekrasi episkopal" (consecratione episcopali), seperti yang tertulis dalamKitab Hukum Kanonik 1014 edisibahasa Latin danKGK 1556-1558 edisibahasa Inggris.[6][7] Namun sekarang lebih umum menggunakan istilah "tahbisan uskup" atau "tahbisan episkopal",[8] salah satunya pada sub-judul antara KGK 1554 dengan 1555 (bagian "III. Tiga Jenjang Sakramen Tahbisan").[7]
Kehidupan dari orang yang bergabung dengan tarekat atauordo religius disebut sebagai "Consecrated Life" (dalam bahasa Indonesia diterjemahkan jadi "Hidup Bakti"). Dalam KGK 944 tertulis bahwa kehidupan yang dibaktikan kepada Allah ditandai dengan ikrar publik (kaul) sesuai nasihatInjil:kemiskinan,ketaatan,kemurnian (atauselibat) dalam suatu status kehidupan tetap yang telah diakui olehGereja.[9] Hidup bakti dapat dijalani baik secara bersama (komunal), maupun secara sendiri (individual).
Status kehidupan ini merupakan suatu jalan untuk mengalami satu konsekrasi "yang lebih intim"; mereka digerakkan olehRoh Kudus, membuat niat untuk mengikuti Kristus lebih dekat, menyerahkan diri kepada Allah yang dicintai di atas segalanya, mengusahakan kesempurnaan cinta dalam pelayananKerajaan Allah, demi menandakan dan mewartakan kemuliaan dunia yang akan datang di dalam Gereja.[9]:916
Minyak krisma, yang biasa digunakan untuk mengurapi (dalamSakramenPenguatan dan SakramenPengurapan Orang Sakit), berupaminyak zaitun dikonsekrasikan oleh seorang uskup pada hariKamis Putih pagi. Benda-benda sepertipatena danpiala, yang digunakan dalam Sakramen Ekaristi, juga dikonsekrasikan oleh seorang uskup atauabbas (khusus penggunaan dalambiaranya) menggunakan minyak krisma.[10]Suatu upacara khusus juga diadakan untuk mengkonsekriraltar, baik altarnya saja maupun sebagai bagian dari upacara konsekrasi sebuahgereja (gedung).
Dalam konteks ini di Indonesia lebih umum digunakan istilah "pemberkatan" daripada "konsekrasi"; misalnya: pemberkatan minyak krisma, pemberkatan gereja, dan lainnya.