Konoe Fumimaro (April 1939)Konoe Fumimaro (1938)Konoe dengan menteri kabinetnya, termasuk Perang Menteri Hideki Tojo, baris kedua, kedua dari kiri (22 Juli 1940)Sebuah koroner SCAP melakukan postmortem pada Konoe (17 Desember 1945)
Pangeran Fumimaro Konoe (近衛 文麿code: ja is deprecated,Konoe Fumimaro; Konoe juga dieja Konoye, 12 Oktober 1891 – 16 Desember 1945) adalah seorang politisi Jepang dalam pemerintahanKekaisaran Jepang yang menjabatPerdana Menteri Jepang ke-34, ke-38, dan ke-39. Ia adalah pendiri/ketuaTaisei Yokusankai, dan menjabat perdana menteri ketika Jepang melibatkan diri dalamPerang Dunia II.
Pangeran Fumimaro Konoe dilahirkan diTokyo sebagai pewariskeluarga Konoe yang merupakan bagian dariklan Fujiwara. Ayahnya yang bernamaKonoe Atsumaro telah lama aktif secara politik, dan pernah mendirikan Ikatan Anti-Rusia pada tahun 1903. Setelah ayahnya meninggal, Fumimaro Konoe mewarisi gelar pangeran, status sosial yang banyak, tetapi ayahnya tidak mewariskan cukup banyak uang.
Pangeran Konoe berhasil melobi agar dirinya diikutsertakan dalam delegasi Jepang yang dikirim keKonferensi Perdamaian Paris 1919. Pada tahun 1918, sebelum berangkat keVersailles, ia menerbitkan sebuah esai berjudulReject the Anglo-American-Centered Peace (Tolak Perdamaian Inggris-Amerika Sentris). Setelah diterjemahkan oleh wartawan AmerikaThomas Franklin Fairfax Millard, penasihat politik JepangSaionji Kinmochi menulis bantahan dalam jurnalMillard's Review.[1]
Pada tahun 1925, Konoe mendapat perhatian publik yang menguntungkan dirinya setelah mendukungUndang-Undang Pemilihan Umum Jepang. Gelar pangeran yang disandangnya membuatnya mendapat kursi diDewan BangsawanParlemen Jepang. Pada tahun 1933, ia terpilih menjadi Ketua Dewan Bangsawan. Anugerah Grand CordonOrde Harta Suci diterimanya pada tahun 1934.
Pada bulan Juni 1937, Pangeran Fumimaro Konoe terpilih sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebulan setelah menjabat perdana menteri, pasukan Jepang bentrok dengan pasukan Tiongkok dekat Peking dalam peristiwa yang disebutInsiden Jembatan Marco Polo. Konoe mengirim tiga divisi tentara, mengingatkan militer untuk tidak memperburuk konflik. Dalam waktu tiga minggu militer melancarkan serangan umum. Konoe dan kabinetnya takut tentara Jepang tidak akan menghormati segala perjanjian damai. Dia juga tidak yakin bahwa Chiang dapat mengendalikan tentaranya sendiri. Pada bulan Agustus, tentara Tiongkok membunuh dua marinir Jepang diShanghai. Konoe setuju dengan Menteri Angkatan Darat JenderalHajime Sugiyama untuk mengirim dua divisi demi membela kehormatan Jepang. Kabinetnya kemudian mengeluarkan pernyataan, menuduh baik pihak nasionalis dan komunis Tiongkok berperilaku "semakin provokatif dan menghina" Jepang.
Pada bulan Desember 1937,Markas Besar Kekaisaran yang otonom secara struktur dari pemerintah terpilih, memerintahkan tentara Jepang di Tiongkok untuk bergerak menuju ibu kotaNanking. Dalam beberapa minggu Nanking berhasil direbut setelah tentara Angkatan Darat Jepang terlibat dalamPembantaian Nanking.
Pada bulan Januari 1938, Pemerintah Konoe mengumumkan bahwa Jepang tidak lagi akan berurusan dengan Pemerintah Chiang Kai-shek, dan akan menunggu perkembangan rezim baru. Ketika diminta klarifikasi lebih lanjut, Konoe berkata bahwa maksudnya lebih dari sekadar tidak mengakui rezim Chiang, tetapi "menolaknya" dan akan "menghancurkannya".[2]Sementara itu, Konoe dan pihak militer memaksakanUndang-Undang Mobilisasi Nasional melalui Diet.[3] Undang-undang ini memungkinkan pemerintah pusat untuk menguasai semua sumber daya manusia dan bahan-bahan.
Tentara Jepang memperoleh kemenangan di Hsuchow, Hankow, Kanton, Wuchang, dan Hanyang, tetapi tentara Tiongkok tetap terus melakukan perlawanan. Setelah menyatakan dirinya sudah lelah dijadikan "robot" oleh pihak militer, Konoe mengundurkan diri pada bulan Januari 1939, dan ditunjuk sebagai ketuaDewan Penasihat Kekaisaran Jepang.Kiichirō Hiranuma menggantikannya sebagai perdana menteri. Konoe mendapat penghargaanOrde Matahari Terbit pada tahun 1939.
Masa jabatan kedua Konoe dan kebijakan luar negeri Matsuoka
Ketidakpuasan terhadap Perdana MenteriMitsumasa Yonai membuat Angkatan Darat Jepang memanggil kembali Konoe sebagai perdana menteri. Pada 23 Juni, Konoe mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Dewan Penasihat Kaisar,[4] dan kabinet Yonai bubar pada 16 Juli 1940. Konoe kembali ditunjuk sebagai perdana menteri. Salah satu dari tindakan pertamanya adalah membentukLiga Anggota Parlemen Realisasi Perang Suci untuk mengimbangi oposisi dari politikus sepertiSaitō Takao yang telah menentangPerang Tiongkok-Jepang Kedua di parlemen pada 2 Februari 1940.
Bertentangan dengan saran sekutu politiknya dan juga Kaisar,[butuh rujukan] Konoe menunjukYosuke Matsuoka sebagai menteri luar negeri. Matsuoka populer di mata angkatan darat dan publik Jepang setelah menjadikan dirinya tokoh yang membuat Jepang keluar dari Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1933. Kebijakan luar negeri Konoe dan Matsuoka dibuat berdasarkan sebuah dokumen yang ditulis oleh angkatan darat. Sebagai hasil dari kebijakannya, Jepang akan berusaha mengamankan posisinya di Tiongkok, meredam konflik dengan Uni Soviet, memindahkan pasukannya ke Indochina, dan bersiap-siap terhadap respon militer dari Britania dan kemungkinan dari Amerika Serikat.
Konoe bersama menteri kabinetnya, termasuk Menteri PerangHideki Tōjō (baris kedua, nomor dua dari kiri), 22 Juli 1940)
Setelah jatuhnya Pemerintah Prancis, Jepang menempatkan pasukannya diIndochina Prancis pada September 1940. Pada September 1940,Pakta Tripartit ditandatangani, menjadikan Jepang,Jerman, danItalia dalam satu poros.
Matsuoka mencoba untuk mengamankan posisi Jepang dengan membuat perjanjian netralitas antara Jepang dan Uni Soviet (dengan Molotov dan Stalin). Jepang setuju untuk melepas hak menambang mineral di bagian utaraSakhalin, tetapi tidak memberi konsesi apa pun. Bagi Jepang, pakta itu membuat Amerika Serikat dan Uni Soviet makin sulit untuk bersekutu melawan Jepang. Perjanjian netralitas ini dihormati oleh kedua pihak hingga tahun 1945.
Pada1944 Konoe mulai berpendapat bahwa pemerintah Jepang harus memulai perundingan untuk menentukan akhirPerang Dunia II. Ia juga memimpin delegasi perdamaian keMoskwa namunVyacheslav Molotov menolak menemuinya.
Konoe menjabat sebagai wakil pimpinan dalam pemerintahan penyerahan pasca perang Jepang. Fumimaro Konoebunuh diri pada 16 Desember 1945 setelah JenderalDouglas MacArthur mengumumkan bahwa ia akan diadili karenakejahatan perang.
^Kazuo Yagami, Konoe Fumimaro and the Failure of Peace in Japan, 1937–1941: A Critical Appraisal of the Three-time Prime Minister (McFarland, 2006):19.