Kelulus ataukalulus adalah salah satu jenis perahu dayung yang digunakan diNusantara. Biasanya berukuran kecil dan digerakkan menggunakan dayung. Namun, untuk perjalanan jarak jauh, perahu ini bisa dilengkapi dengan layar.[1]:261 Perahu ini tidak sama dengan perahu kalulis dari bagian timur Nusantara.
Nama "kelulus" tampaknya berasal dari kata bahasa Jawa "lulus", yang berarti "melewati apa saja". Menurut Hobson-Jobson, terjemahan harfiahnya adalah "si penyusup".[2]
Laporan awal mengenai kelulus adalah dari Hikayat Raja-Raja Pasai dari abad ke-14, kelulus dikatakan sebagai salah satu jenis perahu yang digunakan Majapahit. Meskipun tidak terdeskripsikan dengan baik, kelulus adalah salah satu jenis perahu utama Majapahit setelahjong danmalangbang.[3]
Dari catatanPortugis, mereka ditulis sebagaicalaluz (calaluzes untuk bentuk jamaknya). Portugis melaporkannya sebagai "Suatu jenis perahu dayung cepat yang digunakan diKepulauan Hindia".[4]:681[5]:557
Sekitar tahun 1500 M,Kesultanan Melaka menentang Siam dengan 200 perahu yang terdiri darilancaran dan kelulus. Setelah SultanMahmud Shah dari Melaka digulingkan dariMelaka pada tahun 1511, ia mengambil alihBintan. Pada tahun 1519 dan 1520 ia memiliki armada yang masing-masing terdiri dari 60 dan 100 perahu, keduanya terdiri dari lancaran dan kelulus.[6]:212
Tome Pires pada tahun 1513 melaporkan bahwa pati (duke) dariJawa memiliki banyakcalaluz untuk menjarah, dan dijelaskan bahwa:
...tetapi mereka tidak cocok untuk pergi jauh dari daratan. Kelulus adalah perahu khas Jawa. Mereka diukir dalam seribu satu cara, dengan gambaran ular/naga, dan emas; mereka berornamen. Masing-masing dari mereka (para pati) memiliki banyak dari mereka, dan mereka dicat dengan indah, dan mereka pasti terlihat baik dan dibuat dalam cara yang sangat elegan, dan mereka adalah untuk raja-raja untuk menghibur diri mereka sendiri, jauh dari orang-orang biasa. Mereka didayung dengan dayung pendek.
... Mereka pergi dengan kereta kencana, dan jika mereka pergi lewat laut mereka pergi dengancalaluz yang dicat, sangat bersih dan ornamental, dengan banyak sekali kanopi sampai-sampai pendayungnya tidak bisa dilihat oleh tuannya;[7]:200
Pada tahun 1537, kelulusJawa yang ditemui di Patani digambarkan memiliki dua baris dayung: Salah satunya adalah dari dayung pendek, yang lain adalah "sepertigalai" (dayung panjang); mereka membawa 100 prajurit, dengan banyakartileri dansenjata api. Gonçalo de Souza, diCoriosidades menulis bahwa mereka memiliki 27 dayung (54 pendayung?) dan 20 tentara dan bersenjata denganmeriam putar (falconselhos) pada haluan dan buritan.[8][9]:158
KamusSpanyol menulis mereka sebagai "perahu kecil yang digunakan diHindia Timur".
Sejarawan PortugisAntónio Galvão pada 1544 membuat risalah tentangMaluku, yang mencantumkan jenis-jenis perahu dari wilayah tersebut, termasuk diantaranya adalah kalulus. Dia menggambarkan lambungnya sebagai berbentuk seperti telur di bagian tengah tetapi melekuk ke atas di kedua ujungnya. Di haluan mereka berbentuk seperti leherular yang tinggi dengan kepalanaga dan tandukrusa.[10]:156-157, 162-163
Kelulus digunakan sebagai perahu angkut atau perahu perang. Ekspedisi laut Majapahit biasanya melibatkan kelulus, dengan jumlah yang tak terhitung.[3][11] Paraadipati Jawa memiliki banyak kelulus perang untuk menyerang desa-desa pesisir. Pada seranganKesultanan Demak keportugis di Melaka pada tahun 1512–1513, kelulus digunakan sebagai angkutan pasukan bersenjata untuk mendarat ke pantai bersamapenjajap dan lancaran, karenajung Jawa terlalu besar untuk mendekati pantai.[12]:74
Ratu Kalinyamat dariJepara menyerangMelaka Portugis pada 1574 dengan 300 kapal, 220 diantaranya adalah kelulus dan sisanya adalah jong dengan beratburthen sampai dengan 400 ton. Serangan ini berakhir dengan kegagalan.[13][6]:212
Pada tahun 1600, raja Chiay Masiuro (atau Chiaymasiouro) dariDemak menggunakancalelus dari Blambangan yang telah dilengkapi dengan dayung dan layar, untuk berlayar ke Selatan. Setelah 12 hari, iatiba di Luca Antara atauJava Major, yang diyakini sebagaiAustralia. Di sana ia diterima oleh seorangsyahbandar, dan tinggal selama beberapa hari. Chiaymasiuro menemukan bahwa penduduknya adalah orang Jawa, tetapi dengan budaya campuran Jawa, Sunda, dan Bali. Setelah kembali ke Blambangan, berita tentang pelayaran itu membuat kejutan besar dan kemahsyuran publik di Jawa.[1]:63
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)