Kejadian 1:2 | |
---|---|
![]() | |
Kitab | Kitab Kejadian |
Kategori | Taurat |
Bagian Alkitab Kristen | Perjanjian Lama |
Urutan dalam Kitab Kristen | 1 |
ayat 3 → |
Kejadian 1:2 adalah ayat kedua daripasal pertamaKitab Kejadian, yaitu kitab pertama dalamAlkitab Ibrani maupunAlkitabKristen. Menyatakan keadaan alam semestapada waktu penciptaan oleh Allah. Ayat ini merupakan kelanjutan kalimat dariayat 1.
Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Kejadian 1:2 (Terjemahan Baru)
Transliterasi
Terjemahan harfiah:
Vulgata (abad ke-4 M)
Versi | Kejadian 1:2 |
---|---|
Terjemahan Baru (1974) | Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.[1] |
Terjemahan Baru Edisi Kedua (2023) | Bumi belum berbentuk dan kosong. Gelap gulita meliputi samudera semesta, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. |
BIS/BIMK (1985) | bumi belum berbentuk, dan masih kacau-balau. Samudra yang bergelora, yang menutupi segala sesuatu, diliputi oleh gelap gulita, tetapi kuasa Allah bergerak di atas permukaan air.[2] |
Terjemahan Lama (1958) | Maka bumi itu lagi campur baur adanya, yaitu suatu hal yang ketutupan kelam kabut; maka Roh Allah berlayang-layang di atas muka air itu.[2] |
AYT Draft | Bumi sama sekali kosong dan kacau-balau. Kegelapan menutupi lautan dan Roh Allah melayang-layang di atas air.[2] |
MILT (2008) | Bumi dalam keadaan tidak berbentuk dan kosong, dan kegelapan menutupi samudera raya, dan Roh Allah bergetar melingkup di atas permukaan air.[2] |
FAYH (1989) | Bumi masih belum berbentuk dan hampa, Roh Allah melayang-layang di atas permukaannya yang gelap gulita.[2] |
ENDE (1969) | Adapun bumi itu kalang-kabut dan kosong; kegelapan meliputi samudera purba, dan ruh Allah melajang di atas muka air.[2] |
Shellabear Draft (1912) | Maka bumi itu sunyi dan senyap gelaplah di muka lautan dan Ruh Allah pun terlayang-layang di atas muka air itu.[2] |
Versi Raja James (1610)
Kejadian 1:2 menunjukkan kondisi awal penciptaan, yaitu bumi (atau "materi") itu dalam keadaantohu wa-bohu, "tidak berbentuk dan kosong". Ini merupakan pendahuluan dari isi pasal seterusnya, yang menggambarkan proses pembentukan dan pengisian (alam semesta).[3] Selanjutnya, dalam tiga hari pertama, langit, cakrawala dan daratan terbentuk, kemudian pada hari keempat sampai keenam diisi berturut-turut dengan benda-benda langit, burung-burung, ikan-ikan, hewan-hewan dan akhirnya manusia.
Hubungan ini ditekankan dalam suatu penafsiran kerangka panjangnya hari dalamKejadian 1. Craig Rusbult mencatat
Dalam suatu pandangan kerangka, enam hari menggambarkan peristiwa sejarah sebenarnya, diatur menurut topik, bukannya menurut waktu. Kerangka ini berdasarkan dua masalah dalam Kejadian 1:2, dengan bumi "belum berbentuk dan kosong." Dua pemecahannya adalah menghasilkan bentuk (dengan pemisahan-pemisahan pada hari ke-1 sampai ke-3) dan pengisian bentuk ini (pada hari ke-4 sampai ke-6) untuk menghubungkan aspek-aspek sejarah penciptaan pada hari ke-1 dan ke-4, ke-2 dan ke-5, ke-3 dan ke-6.[4]
Sebelum Allah mulai menciptakan terang, dunia ini adalahtohu wa-bohu (bahasa Ibrani:תֹהוּ וָבֹהוּ). Katatohu sendiri berarti "kekosongan, kesia-siaan"; biasanya digunakan untuk menggambarkan padang gurun liar.Bohu tidak mempunyai arti jelas dan tampaknya dipakai untuk memberikan bunyi sajak yang memperkuat katatohu.[5] "Tohu" digunakan seluruhnya 20 kali dalam Alkitab Ibrani dalam makna "kesia-siaan" atau "kehancuran total".[6] "Bohu" muncul hanya tiga kali dalamAlkitab Ibrani (Kejadian 1:2; Yesaya 34:11; Yeremia 4:23) -- selalu bersama-sama dengan kata "tohu" dan selalu mengutip dari Kejadian 1:2.[7] PadaYeremia 4:23, nabiYeremia memperingatkan Israel bahwa pemberontakan terhadap Allah akan membawa kepada kembalinya kegelapan dan kekacauan, "seakan-akan bumi dihancurkan menjadi sebelum penciptaan."[8]Tohu wa-bohu, "kekacauan" atau "chaos", merupakan kondisi yang berlawanan denganbara, "pengaturan, pemberesan".[9]Rabbi Judah mengajarkan teoriAkiva mengenaiTohu waBohu, menggambarkanTohu sebagai sebuah garis hijau yang memutari dunia di mana kegelapan memancar, sedangkanBohu adalah gumpalan batu-batu berlendir yang terbenam dalam Kedalaman (=Abyss) perdana dari mana semua air memancar ke luar.[10]Tohu waBohu juga dianggap sebagai dua dari 10 unsur fundamental yang digunakan Allah untuk menjabarkan struktur dasar alam semesta yang dikenal.
Dalambahasa Prancis modern, "tohu-bohu" digunakan sebagai suatu pepatah untuk "kebingungan" atau "kesimpang-siuran". Juga dalambahasa Jerman percakapan, "Tohuwabohu" berarti "kebingunan besar"; "tohuvabohu" mempunyai makna yang sama dalambahasa Estonia danbahasa Hungaria.
Kegelapan dan "Samudera raya" atau "kedalaman" (bahasa Ibrani:תְהוֹםtehôm,Tehom) adalah dua dari tiga unsur "kekacauan" yang dinyatakan dalamtohu wa-bohu (yang ketiga adalah bumi yang tidak berbentuk). Dalam legenda kuno Sumeria, Enuma Elish, "Kedalaman" dipersonifikasikan dengan dewi Tiamat, musuh dewa Marduk;[9] di sini badan tak berbentuk dari air zaman purba menyelubungi bumi yang dapat didiami, kemudian akan dilepaskan padea waktuAir bah, ketika "semua sumber-sumber dari kedalaman besar menyembur ke luar: dari air yang berada di bawah bumi dan dari "tingkap-tingkap" di langit.[11]William Dumbrell mencatat bahwa rujukan kepada "kedalaman" pada ayat ini "menyiratkan detailkosmologi Timur Dekat kuno" di mana "suatu ancaman besar untuk pengaturan datang dari laut yang tak teratur dan kacau, di mana akhirnya dijinakkan oleh seorang dewa perwira." Dumbrell berpendapat bahwa Kejadian 1:2 "mencerminkan suatu karakteristik pergumulan kekacauan/pengaturan kosmologi kuno".[12]
"Roh Allah" yang melayang-layang di atas air datang dari frasabahasa Ibraniruakh elohim, yang dapat pula diartikan "angin besar".[13] Victor Hamilton setuju dengan terjemahan "Roh Allah", tetapi tidak sependapat bahwa ini dapat diidentifikasikan denganRoh Kudus pada teologiKristen.[14]
Rûakh (רוּחַ) dapat diartikan "angin, roh, napas," danelohim dapat bermakna "besar, agung" maupun "Allah, ilah, dewa". Jadi,ruakh elohim yang melayang di atas "Kedalaman" dapat diartikan "angin/napas Allah" (angin ribut adalah napas Allah dalamMazmur 18:16 dan bagian Alkitab lain, angin Allah kembali dalam kisahAir bah dalam artian Allah memulihkan bumi), atau "roh " Allah, suatu konsep yang agak kabur dalamAlkitab Ibrani, atau sekadar "angin topan besar".[15]
Suatu komentari Yahudi mengenai Kitab Kejadian mengartikan "air" sebagai "plasma".[16]
Didahului oleh: Kejadian 1:1 | Kitab Kejadian | Diteruskan oleh: Kejadian 1:3 |