Movatterモバイル変換


[0]ホーム

URL:


Lompat ke isi
WikipediaEnsiklopedia Bebas
Pencarian

Kesunanan Surakarta Hadiningrat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dariKasunanan Surakarta)
Kasunanan Surakarta Hadiningrat

ꦑꦱꦸꦤꦤꦤ꧀ꦯꦸꦫꦏꦂꦠꦲꦢꦶꦤꦶꦁꦫꦠ꧀
Kasunanan Surakarta Hadiningrat
1745–Sekarang
Bendera Kasunanan Surakarta
Bendera
{{{coat_alt}}}
  • Lambang
  • (Sri Radya Laksana)

Wilayah Kesunanan Surakarta sejak tahun 1830 (warna merah tua); termasuk berbagai daerah enklavenya serta wilayah Kadipaten Mangkunegaran (warna merah muda), yang merupakan wilayah vasal dari Kesunanan Surakarta.[2][3]
Wilayah Kesunanan Surakarta sejak tahun 1830 (warna merah tua); termasuk berbagai daerahenklavenya serta wilayahKadipaten Mangkunegaran (warna merah muda), yang merupakanwilayah vasal dari Kesunanan Surakarta.[2][3]
Ibu kotaSurakarta
Bahasa resmiJawa
Agama
Islam (Resmi)
PemerintahanMonarkiKesunanan
Susuhunan (Sunan) 
• 1745-1749
Susuhunan Pakubuwana II
• 1823-1830
Susuhunan Pakubuwana VI
• 1893-1939
Susuhunan Pakubuwana X
• 1945-2004
(1946 Status Diturunkan)
Susuhunan Pakubuwana XII
• 2004-Petahana
Susuhunan Pakubuwana XIII
Pepatih Dalem (Mantrimuka) 
• 1745-1755 (Pertama)
KRA. Pringgalaya
• 1945-1946 (Terakhir)
KRMT. Yudhanagara
Sejarah 
• Hadeging Nagari Surakarta Hadiningrat
20 Februari 1745
19 Agustus 1945 Sekarang
• Pengundangan Penetapan Pemerintah No. 16/SD tahun 1946 (Pembekuan DIS)
16 Juni 1946
Didahului oleh
Digantikan oleh
kslKesultanan
Mataram
Daerah Istimewa Surakarta
Provinsi Jawa Tengah
Sekarang bagian dariKota Surakarta,
Kabupaten Sukoharjo,
Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Sragen,
Kabupaten Klaten,
SebagianKabupaten Bantul

Status Politik:


Lain-Lain

Sunting kotak info
Sunting kotak info •Lihat •Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

SusuhunanSurakarta
Sri Radya Laksana (Lambang Kerajaan)
Sedang berkuasa
Susuhunan Pakubuwana XIII
sejak 10 September 2004
Perincian
Pewaris sementaraKGPAA. Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram (KGPH. Purubaya)
Penguasa pertamaSusuhunan Pakubuwana II
Pembentukan1745
KediamanKeraton Surakarta Hadiningrat
PenunjukHereditas

Kasunanan Surakarta Hadiningrat (bahasa Jawa: ꦟꦒꦫꦶꦑꦱꦸꦤꦤꦤ꧀ꦯꦸꦫꦏꦂꦠꦲꦢꦶꦤꦶꦁꦫꦠ꧀;Nagari Kasunanan Surakarta Hadiningrat) adalah sebuah kerajaan diPulau Jawa bagian tengah yang berdiri pada tahun 1745, yang merupakan penerus dariKesultanan Mataram yang beribu kota diKartasura dan selanjutnya berpindah diSurakarta. Pada tahun 1755, sebagai hasil dariPerjanjian Giyanti yang disahkan pada tanggal 13 Februari 1755 antaraVOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) denganPangeran Mangkubumi,[4][5] disepakati bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua pemerintahan, yaitu Surakarta danYogyakarta.[6]

Semula, sejak tahun 1745 hingga peristiwaPalihan Nagari pada tahun 1755, Kesunanan Surakarta yang beribu kota di Surakarta merupakan kelanjutan dari Kesultanan Mataram yang sebelumnya berkedudukan diKartasura, baik dari segi wilayah, pemerintahan, maupun kedudukan penguasanya. Kemudian, berlakunyaPerjanjian Giyanti dan diadakannyaPertemuan Jatisari pada tahun 1755 menyebabkan terpecahnya Kesunanan Surakarta menjadi dua kerajaan; kota Surakarta tetap menjadi pusat pemerintahan sebagian wilayah Kesunanan Surakarta dengan rajanya yaituSusuhunan Pakubuwana III,[7] sedangkan sebagian wilayah Kesunanan Surakarta yang lain diperintah olehSultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di kotaYogyakarta, dan wilayah kerajaannya kemudian disebut sebagaiKesultanan Yogyakarta.Keraton dan kotaYogyakarta sendiri baru dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan Surakarta yang lebih dulu berdiri. AdanyaPerjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757 turut memperkecil wilayah Kesunanan, dengan diberikannya sebagian daerahapanase di dalam wilayahNagara Agung (wilayah inti di sekitar ibu kota kerajaan) kepada pihakRaden Mas Said yang kemudian bergelar Adipati Mangkunegara I.[8] Sejak tahun 1755 itulah, Kesunanan Surakarta bersama dengan Kesultanan Yogyakarta dianggap sebagai pengganti dan penerusKesultanan Mataram, karena raja-rajanya merupakan kelanjutan dan keturunan raja-rajaMataram. Setiap raja Kesunanan Surakarta bergelarsusuhunan atau sunan, sedangkan raja Kesultanan Yogyakarta bergelarsultan.

Setelah selama beberapa waktu menjadi bagian daridaerah koloniHindia Belanda dan berada dalamPendudukan Jepang, Kesunanan Surakarta kemudian bergabung denganRepublik Indonesia usaiProklamasi tanggal 17 Agustus 1945. Pada tanggal 1 September 1945,Susuhunan Pakubuwana XII menerbitkan maklumat penegasan yang menyatakan bahwa Kesunanan Surakarta merupakan bagian dari Republik Indonesia sebagai sebuahDaerah Istimewa.[9] Adanya ketidakstabilan politik dan pemerintahan di Surakarta yang terjadi selanjutnya mengakibatkan pemerintah Indonesia membekukanDaerah Istimewa Surakarta (DIS) pada tahun 1946 demi menjaga keselamatan serta kestabilan pemerintahan, dan menjadikannya sebagaiKaresidenan yang bersifat khusus, hingga menggabungkannya ke dalamProvinsi Jawa Tengah pada tahun 1950.[9] Sejak saat itu, Kesunanan Surakarta berkedudukan sebagai monarki seremonial tak berdaulat sekaligus pusat pelestarian dan pengembanganbudaya Jawa di dalam negaraRepublik Indonesia.

Latar Belakang

[sunting |sunting sumber]

Setelah Kesultanan Mataram yang beribu kota diPlered porak-poranda akibat pemberontakanTrunajaya tahun 1677,[10] ibu kotanya lalu dipindahkan olehSusuhunan Amangkurat II keKartasura.[11]Pada masaSusuhunan Pakubuwana II memegang tampuk pemerintahan,Keraton Kartasura mendapat serbuan dari pemberontakan orang-orangTionghoa yang mendapat dukungan dari orang-orangJawa antiVOC di tahun 1742. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari sebuah konflik panjang yang dikenal sebagaiGeger Pacinan. Kesultanan Mataram yang berpusat diKartasura itu akhirnya mengalami keruntuhan. Kota Kartasura kemudian berhasil direbut kembali berkat bantuanPanembahan Cakraningrat IV, seorang penguasaBangkalan yang merupakan sekutu VOC, namun keadaannya sudah rusak parah.Susuhunan Pakubuwana II yang menyingkir kePonorogo, akhirnya memutuskan untuk membangun istana baru di Desa Sala sebagai ibu kota Kerajaan Mataram yang baru.

Pemindahan Keraton dari Kartasura ke Sala

[sunting |sunting sumber]

Alasan Pemindahan

[sunting |sunting sumber]

BangunanKeraton Kartasura yang sudah hancur karena serbuan pemberontak di tahun 1742, kemudian dianggap telah "tercemar". Susuhunan Pakubuwana II lalu memerintahkan Tumenggung Hanggawangsa (bernama kecil Jaka Sangrib atau Kentol Surawijaya, kelak diberi gelar Tumenggung Arungbinang I), bersama Tumenggung Mangkuyudha, serta komandan pasukan Belanda, J.A.B. van Hohendorff, untuk mencari lokasiibu kota dankeraton yang baru. Setelah itu, dibangunlah sebuah kompleks keraton di lokasi ibu kota baru yang sudah ditetapkan, yang berjarak sekitar 20 km ke arah tenggara dari Kartasura; tepatnya yaitu berada di Desa Sala, sebuah desa yang terletak di tepiBengawan Solo (bahasa Jawa:Bengawan Sala). Untuk pembangunan keraton tersebut, Pakubuwana II membeli tanah seharga selaksa keping emas[12] yang diberikan kepadaakuwu (lurah) Desa Sala yang dikenal sebagai Ki Gedhe Sala. Di tengah pembangunan keraton, Ki Gedhe Sala meninggal dan dimakamkan di area keraton.[13][14]

Pemindahan keraton dari Kartasura ke Desa Sala dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Pertama, menurut ahli nujum Raden Tumenggung Hanggawangsa, kerajaan itu bisa menjadi baik, ramai, serta makmur. Walaupun kekuasaan raja tidak seberapa luas, namun kekuasaan itu dapat berlangsung lama. Kedua, Desa Sala terletak di dekattempuran, artinya tempat bertemunya dua sungai, yaitu Sungai Pepe danBengawan Solo. Menurut mistik Jawa,tempuran mempunyai arti magis dan tempat-tempat di dekatnya dianggap keramat. Ketiga, letak Desa Sala dekat dengan Bengawan Solo, sungai terbesar di Jawa yang sejak zaman dahulu mempunyai arti penting sebagai penghubung antara Jawa bagian tengah dengan Jawa bagian timur. Fungsi Bengawan Solo sebagai penghubung ini dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, antara lain ekonomi, sosial, politik, dan militer. Sampai abad ke-19, bepergian lewat sungai ternyata lebih aman daripada melewati jalur darat.

Selanjutnya, yang keempat, karena Sala sudah merupakan sebuah desa yang ramai, sehingga untuk mendirikan keraton tidak diperlukan tenaga untuk pembabat hutan yang didatangkan dari tempat lain. SelainSemanggi, di dekat Sala juga terdapat desa-desa penting yang telah ada sejak zamanKartasura, yaitu Baturana dan Gabudan. Keduanya ditempati olehabdi dalem pembuatbabud (permadani). Kelima, supaya kebijakanVOC yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan mudah, agar pusat kota Mataram yang baru itu mudah dicapai dari Semarang dan harus dijaga, sehingga pemerintah mudah mengirim bala bantuannya karena Semarang dikenal sebagai jalan masuk menuju Mataram. Keenam, orang Jawa percaya bahwa keadaan tanah akan berpengaruh pada penghuni rumah kediaman yang didirikan di atas tanah itu. Tanah di Desa Sala dianggap layak, sehingga dibangunlah keraton di wilayah ini.[15]

Proses Pemindahan

[sunting |sunting sumber]
Keraton Surakarta, istana tempat tinggal raja dan pusat pemerintahan Kesunanan Surakarta, didirikan olehSusuhunan Pakubuwana II.

Atas kehendakSusuhunan Pakubuwana II, Tumenggung Secayudha dan Kyai Ageng Derpayudha diperintahkan supaya merencanakan serta menentukan urut-urutan perjalanan perpindahan keraton dari Kartasura ke Surakarta.[15] Setelah upacara tradisional selesai, pada hari Rabu Pahing tanggal 17 Sura/Muharam tahun Je 1670 Jawa Windu Sancaya atau tanggal 20 Februari 1745, Susuhunan pindah dari Kartasura ke keraton yang baru.[13][16] DalamBabad Giyanti I, prosesi perpindahanKeraton Kartasura keKeraton Surakarta dituliskan bertepatan pada hari Rabu Pahing tanggal 17 Sura dengancandra sengkalaKumbuling Pudya Kapyarsih ing Nata, Susuhunan berangkat dari Kartasura pindah ke Sala.[15]

Selanjutnya, oleh Pakubuwana II nama Desa Sala kemudian diubah menjadiSurakarta Hadiningrat. Penyebutan nama kerajaan (Nagari Mataram) pun turut berubah mengikuti nama ibu kota kerajaan yang baru diresmikan. Nama "Surakarta" digunakan sebagai kebalikan dari "Kartasura", yang dimaksudkan untuk membuang riwayat buruk mengenai peristiwa jatuhnyaKeraton Kartasura di tangan pemberontak sewaktuPerang Jawa (1741-1743). Selain itu, katasura dalambahasa Jawa berarti "keberanian" dankarta berarti "makmur" (versi lain mengartikannya sebagai "penuh" atau "sempurna");[13][17] dengan harapan bahwa Surakarta menjadi tempat di mana penghuninya adalah orang-orang yang selalu berani berjuang untuk kebaikan serta kemakmuran negara dan bangsa.[13]

Perkembangan

[sunting |sunting sumber]
NaskahPerjanjian Giyanti, perjanjian antaraVOC dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwana I) yang menyebabkan wilayahMataram terbagi menjadi dua,[5] yang kemudian masing-masing dikenal sebagai Kesunanan Surakarta danKesultanan Yogyakarta.

Kesultanan Mataram yang berpusat di Surakarta sebagai ibu kota pemerintahan kemudian dihadapkan padapemberontakan besar karenaPangeran Mangkubumi, adikSusuhunan Pakubuwana II, pada tahun 1746 meninggalkan keraton dan menggabungkan diri denganRaden Mas Said yang berjuluk Pangeran Sambernyawa. Di tengah ramainya peperangan, Pakubuwana II meninggal karena sakit pada tahun 1749. Namun, ia sempat menyerahkan kedaulatan negerinya kepadaVOC, yang diwakili oleh Baron von Hohendorff. Sejak saat itu, VOC yang dianggap berhak melantik raja-rajaDinasti Mataram baik Surakarta maupunYogyakarta; setelah VOC bubar pada tahun 1799, kewenangan tersebut dilanjutkan oleh pemerintahHindia Belanda dan berakhir pada masaPendudukan Jepang di tahun 1942.

Pakubuwana III

[sunting |sunting sumber]

Pada awal tahun 1755, pihak VOC yang sudah mengalami kebangkrutan berhasil mengajak Pangeran Mangkubumi berdamai untuk bersatu melawan pemberontakanRaden Mas Said yang tidak mau berdamai. Padahal, semula Pangeran Mangkubumi bersekutu dengan Raden Mas Said. AdanyaPerjanjian Giyanti (13 Februari 1755) yang ditandatangani olehVOC yang diwakili oleh Nicolaas Hartingh dengan Pangeran Mangkubumi, yang kemudian ditindaklanjuti dalamPertemuan Jatisari (15 Februari 1755) antaraSusuhunan Pakubuwana III dengan Pangeran Mangkubumi dan disaksikan oleh perwakilan VOC,[5] mengakibatkan terpecahnya Mataram Surakarta menjadi dua entitas kerajaan yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.[18]

Dalam pertemuan diJatisari, Pakubuwana III mengizinkan Mangkubumi untuk memerintah sebagian tanah negeri Mataram Surakarta serta diperbolehkan untuk menggunakan dan mempertahankan sebagian budaya Mataram lama; termasuk selanjutnya dilakukan pula pembagian pusaka-pusaka warisan Mataram antara kedua belah pihak, baik pusaka benda maupun tak benda.[5] Dan sesuai surat persetujuan Susuhunan Pakubuwana III tanggal 4 November 1754 yang dikeluarkan untuk menindaklanjuti kesepakatan antaraKompeni dengan Pangeran Mangkubumi (23 September 1754; sebelum Perjanjian Giyanti), kedudukan Pangeran Mangkubumi sebagai raja di separuh wilayah Mataram diperkenankan menggunakan gelarSultan Hamengkubuwana, sedangkan raja Kesunanan Surakarta melestarikan gelarSusuhunan Pakubuwana warisan Mataram. Kemudian, negeri Mataram yang dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwana lalu dikenal dengan namaKesultanan Yogyakarta (Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat), sedangkan negeri Mataram yang dipimpin oleh Susuhunan atau Sunan Pakubuwana tetap dikenal dengan nama Kesunanan Surakarta (Nagari Surakarta Hadiningrat).

Setelahnya, wilayahNagara Agung (wilayah inti di sekitar ibu kota) Kesunanan Surakarta semakin berkurang karenaPerjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757, menyebabkanRaden Mas Said diakui sebagai seorangpangeran miji alias pangeran utama yang otonom, sekaligus diberi wilayah kekuasaan berupatanah lungguh yang berasal dari hampir setengah wilayahNagara Agung dengan status daerahvasal (dan secara tradisional tetap berada di bawah Kesunanan Surakarta), yang kemudian disebut dengan namaKadipaten Mangkunegaran.[2] Selakupangeran miji yang berkedudukan langsung di bawah Pakubuwana III sekaligus sebagai penguasa di wilayahnya, Raden Mas Said bergelarAdipati Mangkunegara I. Wilayah Kesunanan Surakarta kemudian berkurang lebih jauh lagi usai berakhirnyaPerang Diponegoro pada tahun 1830, dimana daerah-daerahMancanagara dirampas olehBelanda sebagai ganti rugi atas biaya peperangan.

Pakubuwana IV

[sunting |sunting sumber]
BangunanMasjid Agung Surakarta yang berada di sisi barat Alun-Alun Lor (Utara). Sebagai penerus langsungKesultanan Mataram,Islam merupakan agama resmi di Kesunanan Surakarta.

Sepeninggal Susuhunan Pakubuwana III, penerus takhta Kesunanan Surakarta berikutnya yakni SriSusuhunan Pakubuwana IV (1788–1820), adalah sosok raja yang membenci penjajah dan penuh cita-cita serta keberanian. Pada November 1790, terjadi Peristiwa Pakepung, yakni insiden pengepungan Keraton Surakarta oleh persekutuan VOC,Hamengkubuwana I, danMangkunegara I. Pengepungan ini terjadi karena Pakubuwana IV yang berpahampolitik Islam dan dekat dengan kaumsantri, menyingkirkan para pejabat istana yang tidak sepaham dengannya. Para pejabat istana yang merasa disingkirkan kemudian meminta bantuan VOC untuk menghadapi Pakubuwana IV.

VOC akhirnya bersekutu denganHamengkubuwana I danMangkunegara I untuk menghadapi Pakubuwana IV. Pada bulan November 1790, aliansi tersebut mengepungKeraton Surakarta. Dari dalam istana sendiri, para pejabat senior yang tersisih ikut menekan Pakubuwana IV agar menyingkirkan para penasehat politik dan penasehat rohaninya. Pakubuwana IV akhirnya terpaksa mengalah pada tanggal 26 November 1790, dengan menyerahkan para penasehatnya yang terdiri dari para haji untuk dibuang VOC. Dan meski kerap menunjukkan sikap yang tidak bersahabat dengan Kompeni, berkat kecerdasan serta kelihaian politiknya, Pakubuwana IV tetap mampu mempertahankan kedudukannya sebagai raja bahkan sampai beberapa kali pergantian rezim kolonial, yaitu semasa pemerintahanVOC, pemerintahanHindia Belanda, pemerintahanHindia Belanda-Perancis, pemerintahanPendudukan Inggris, sampai kembalinya pemerintahan Hindia Belanda.

Pakubuwana V dan Pakubuwana VI

[sunting |sunting sumber]
Susuhunan Pakubuwana VI, raja Kesunanan Surakarta tahun 1823-1830, salah seorangPahlawan Nasional Indonesia.

Pengganti Susuhunan Pakubuwana IV adalah SriSusuhunan Pakubuwana V, yang oleh masyarakat saat itu dijuluki sebagaiSunan Ngabehi, karena baginda yang sangat kaya, baik kaya harta maupun kesaktian. Setelah wafat, pengganti Susuhunan Pakubuwana V adalah SriSusuhunan Pakubuwana VI. Pakubuwana VI adalah pendukung perjuanganPangeran Diponegoro, yang memberontak terhadap Kesultanan Yogyakarta dan pemerintahHindia Belanda sejak tahun 1825. Penulis naskah-naskah babad waktu itu sering menutupi pertemuan rahasia Pakubuwana VI dengan Pangeran Diponegoro menggunakan bahasa simbolis. Misalnya, Pakubuwana VI dikisahkan pergi bertapa keGunung Merbabu atau bertapa di Hutan Krendawahana. Padahal sebenarnya, ia pergi menemuiPangeran Diponegoro secara diam-diam.

Ketika pecahPerang Jawa sejak pertengahan tahun 1825, Susuhunan Pakubuwana VI menjalankan aksi ganda. Di samping memberikan bantuan dan dukungan kepada Diponegoro, ia juga mengirim pasukan untuk pura-pura membantu Belanda. Pujangga besarRanggawarsita mengaku semasa muda dirinya pernah ikut serta dalam pasukan sandiwara tersebut. Namun setelah menangkap Pangeran Diponegoro, Belanda tetap saja menangkapPakubuwana VI dan membuangnya keAmbon pada tanggal 8 Juni 1830 dengan alasan bahwa Mas Pajangswara sudah membocorkan semuanya, dan kini ia hidup nyaman diBatavia.[19]

Fitnah yang dilancarkan pihak Belanda ini kelak berakibat buruk pada hubungan antara putra Pakubuwana VI, yaituPakubuwana IX dengan putra Mas Pajangswara, yaitu Ranggawarsita. Pakubuwana IX sendiri masih berada dalam kandungan ketika Pakubuwana VI berangkat ke Ambon. Takhta Surakarta kemudian jatuh kepada paman Pakubuwana VI, yang bergelar SriSusuhunan Pakubuwana VII.

Pakubuwana VII

[sunting |sunting sumber]
R. Ng. Ranggawarsita, seorang sastrawan dan budayawan masyhur yang menjadipujangga Kesunanan Surakarta pada masa pemerintahanSusuhunan Pakubuwana VII hinggaSusuhunan Pakubuwana IX.

Saat itu Perang Diponegoro baru saja berakhir. Masa pemerintahanSusuhunan Pakubuwana VII relatif damai apabila dibandingkan masa raja-raja sebelumya. Keadaan yang damai itu mendorong tumbuhnya kegiatan sastra secara besar-besaran di lingkungan keraton. Masa pemerintahan Pakubuwana VII dianggap sebagai puncak kejayaanSastra Jawa di Kesunanan Surakarta dengan pujangga besarRanggawarsita sebagai pelopornya. Pemerintahannya berakhir saat wafatnya, dan karena tidak memiliki putra mahkota maka Susuhunan Pakubuwana VII digantikan oleh kakaknya (lain ibu) bergelar SriSusuhunan Pakubuwana VIII yang naik takhta pada usia 69 tahun.

Pakubuwana VIII dan Pakubuwana IX

[sunting |sunting sumber]

PemerintahanSusuhunan Pakubuwana VIII berjalan selama tiga tahun hingga akhir hayatnya. Pakubuwana VIII digantikan putraPakubuwana VI sebagai raja Surakarta selanjutnya, yang bergelar SriSusuhunan Pakubuwana IX. Hubungan antara Pakubuwana IX dengan Ranggawarsita sendiri kurang harmonis karena fitnah pihak Belanda bahwa Mas Pajangswara (ayah Ranggawarsita yang menjabat sebagai juru tulis keraton) telah membocorkan rahasia persekutuan antara Pakubuwana VI denganPangeran Diponegoro. Akibatnya, Pakubuwana VI pun dibuang keAmbon. Hal ini membuat Pakubuwana IX membenci keluarga Mas Pajangswara, padahal juru tulis tersebut ditemukan tewas mengenaskan karena disiksa dalam penjara oleh Belanda. Ranggawarsita sendiri berusaha memperbaiki hubungannya dengan raja melalui persembahan naskahSerat Cemporet. Pemerintahan Susuhunan Pakubuwana IX berakhir saat kematiannya pada tanggal 16 Maret 1893. Ia digantikan putranya sebagai raja Surakarta selanjutnya, bergelar SriSusuhunan Pakubuwana X.

Pakubuwana X

[sunting |sunting sumber]
Susuhunan Pakubuwana X, raja terbesar Kesunanan Surakarta dan salah seorangPahlawan Nasional Indonesia, bersama permaisuri GKR. Hemas dan putrinya, GKR. Pembayun.

Masa pemerintahanSusuhunan Pakubuwana X ditandai dengan kemegahan tradisi dan suasana politik kerajaan yang stabil. Pada masa pemerintahannya yang cukup panjang, Kesunanan Surakarta mengalami transisi, dari kerajaan tradisional menuju era modern, sejalan dengan perubahan politik diHindia Belanda. Meskipun berada dalam tekanan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda, Pakubuwana X memberikan kebebasan berorganisasi dan penerbitan media massa. Ia mendukung pendirian organisasiSarekat Islam, salah satu organisasi pergerakan nasional pertama diIndonesia. Kongres Bahasa Indonesia I diSurakarta (1938) diadakan pada masa pemerintahannya.

Infrastruktur modern Kesunanan Surakarta banyak dibangun pada masa pemerintahan Pakubuwana X, seperti bangunanPasar Gedhe Harjanagara,Stasiun Solo Jebres,Stasiun Solo-Kota (Sangkrah),Stadion Sriwedari,Taman Sriwedari,Taman Satwataru Jurug, Jembatan Jurug yang melintasiBengawan Solo di timur kota, gapura-gapura di batas Kota Surakarta, Griya Wangkung (rumah singgah bagi tunawisma), Rumah Sakit Kadipala, rumah perabuan (pembakaran jenazah) bagi wargaTionghoa, rumah pemotongan hewan ternak di Jagalan, saluranair bersih danirigasi dikabupaten-kabupaten, serta berbagai infrastruktur dan fasilitas publik lainnya. Pakubuwana X meninggal dunia pada akhir Februari 1939. Sejak di masa keemasan pemerintahannya sampai ia wafat, Susuhunan Pakubuwana X dikenal sebagaiSinuhun Ingkang Minulya saha Ingkang Wicaksana atau raja yang mulia dan bijaksana. Pemerintahannya kemudian digantikan oleh putranya yang bergelar SriSusuhunan Pakubuwana XI.

Pakubuwana XI

[sunting |sunting sumber]
Potretdr. KRT. Rajiman Wedyadiningrat dalamPrangko Indonesia edisi tahun 2018.

PemerintahanSusuhunan Pakubuwana XI terjadi pada masa sulit, yaitu bertepatan dengan meletusnyaPerang Dunia II. Ia juga mengalami pergantian pemerintah penjajahan dari tanganBelanda kepadaJepang sejak tahun 1942. Pihak pemerintahPendudukan Jepang menyebut Kesunanan Surakarta dengan namaSolo-Kōchi (Kōti), dan Pakubuwana XI diakui serta diberi kedudukan sebagaiSolo-Kō. Sekalipun pemerintahanPakubuwana XI berada dalam masa sulit karena penjajahanJepang, sejak awal tahun 1945, Kesunanan Surakarta melalui para beberapa orang kerabat keraton dan pejabat-pejabatnya turut terlibat aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan dan pembentukanNegaraIndonesia, dengan bergabung dalamBadan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) danPanitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Mereka adalahGPH. Suryahamijaya (saudara Pakubuwana XI), KRMH. Sasradiningrat V (patih Kesunanan Surakarta), KRMTA. Wuryaningrat,dr. KRT. Rajiman Wedyadiningrat (dokterkeraton; ketua BPUPK),Mr. KRMT. Wongsonegoro (bupatiKabupaten Sragen),Mr. R. Supomo, serta Mr. R.P. Singgih.

Menjelang kekalahan Jepang dalamPerang Dunia II dan kemerdekaanIndonesia, Susuhunan Pakubuwana XI meninggal dunia pada tanggal 1 Juni 1945. Ia kemudian digantikan oleh putra termudanya yang bergelar SriSusuhunan Pakubuwana XII.

Masa Perjuangan Kemerdekaan

[sunting |sunting sumber]

Pakubuwana XII

[sunting |sunting sumber]
Susuhunan Pakubuwana XII menerima kunjunganPresiden Sukarno danWakil Presiden Mohammad Hatta (tidak terlihat dalam foto) beserta para pejabat pemerintahRepublik Indonesia diKeraton Surakarta, tahun 1946.
Plakat marmer Piagam Maklumat Keistimewaan Negeri Surakarta olehSusuhunan Pakubuwana XII, dipajang diMuseum Keraton Surakarta.

Awal pemerintahanSusuhunan Pakubuwana XII hampir bersamaan dengan lahirnyaRepublik Indonesia. Di awal masa kemerdekaan (1945–1946), Kesunanan Surakarta (danKadipaten Mangkunegaran) sempat menjadidaerah istimewa, yaituDaerah Istimewa Surakarta (DIS). Akan tetapi, karena kerusuhan dan agitasi politik saat itu, maka pada tanggal 16 Juni 1946 oleh Pemerintah Indonesia statusnya diubah menjadiKeresidenan, menyatu dalam wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia.[20] Penetapan statusIstimewa ini dilakukanPresiden Sukarno sebagai balas jasa atas pengakuan raja-raja Kesunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran yang menyatakan wilayah mereka adalah bagian dari Republik Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945.[21]

Kemudian pada tanggal 1 September 1945, Kesunanan Surakarta danKadipaten Mangkunegaran mengirimkan maklumat kepadaPresiden Sukarno perihal pernyataan dariSusuhunan Pakubuwana XII danAdipati Mangkunegara VIII yang menyatakan bahwasanya Negeri Surakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Negara Republik Indonesia, di mana hubungan antara Negeri Surakarta denganPemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung. Atas dasar semua itulah, maka Presiden Sukarno memberikan pengakuan resmi kepada Susuhunan Pakubuwana XII dan Adipati Mangkunegara VIII dengan diberikannya piagam kedudukan resmi, masing-masing sebagai kepala daerah istimewa.[22]

Sebagaimana diketahui, barulah sekitar empat hari setelahnya, yaitu pada tanggal 5 September 1945,Kesultanan Yogyakarta danKadipaten Pakualaman mengeluarkan maklumat serupa, yang menjadi dasar dari pembentukanDaerah Istimewa Yogyakarta.

Belanda yang tidak merelakan kemerdekaanIndonesia berusaha merebut kembali negeri ini dengan kekerasan. Pada bulan Januari 1946 ibu kota Indonesia terpaksa pindah keYogyakarta karenaJakarta jatuh ke tangan Belanda. Kemudian, pada Oktober 1945, muncul gerakan anti swapraja/anti monarki/anti feodal di Surakarta, di mana salah seorang pimpinannya adalahTan Malaka, pimpinanPartai Murba danPersatuan Perjuangan.[23] Barisan Banteng juga berhasil menguasai Surakarta, sedangkan pemerintah Indonesia tidak menumpasnya karena pembelaanJenderal Sudirman. Bahkan, Jenderal Sudirman juga berhasil mendesak pemerintah untuk mencabut status Daerah Istimewa Surakarta. Tujuan gerakan ini adalah penghapusan DIS serta penurunan status kedudukan Susuhunan dan Mangkunegara, termasuk perampasan tanah-tanahpertanian milik pemerintah Kesunanan Surakarta danKadipaten Mangkunegaran untuk dibagi-bagikan sesuai dengan kegiatanlandreform oleh golongansosialis-komunis.

Tanggal 17 Oktober 1945, patih (perdana menteri) Kesunanan Surakarta yang juga seorang mantan anggotaBPUPKI, KRMH. Sasradiningrat V, diculik oleh gerombolan anti swapraja (ia kemudian berhasil bebas).[24] Aksi ini diikuti pencopotan bupati-bupati yang umumnya kerabat raja dan diganti orang-orang yang pro gerakan anti swapraja. Bulan Maret 1946, patih yang baru, KRMT. Yudhanagara, juga diculik. Dan pada bulan April 1946, sembilan pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama.[25] KRMTA. Wuryaningrat alias KPH. Wuryaningrat yang merupakan tokohParindra kemudian dilantik menjadi pejabat sementara patih (wakil pepatih dalem) olehSusuhunan Pakubuwana XII.[9]

Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, pemerintahRepublik Indonesia bersama komisaris tinggiDaerah Istimewa Surakarta serta pejabat patih Surakarta dan patih Mangkunegaran melakukan pertemuan-pertemuan untuk membahas penyelesaian masalah.[9] Akhirnya, melalui Penetapan Pemerintah (PP) No. 16/SD/1946, diputuskan bahwa untuk sementara waktu pemerintahRepublik Indonesia membekukan status Daerah Istimewa Surakarta dan menurunkan kekuasaanSusuhunan Surakarta danAdipati Mangkunegaran, menghapus jabatan komisaris tinggi, serta menjadikan daerah Surakarta-Mangkunegaran yang bersifat istimewa sebagai keresidenan khusus sebelum bentuk dan susunannya ditetapkan undang-undang.[9] Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegaran pun menjadi raja dan adipati seremonial, sebagai pemangku adat dan simbol pemersatu di tengah masyarakatJawa dan warga negara Republik Indonesia, sertaKeraton Surakarta danPura Mangkunegaran kemudian lebih berfungsi sebagai pusat pelestarian dan pengembanganbudaya Jawa.

Era Indonesia

[sunting |sunting sumber]

Setelah Pembekuan Daerah Istimewa Surakarta

[sunting |sunting sumber]
Susuhunan Pakubuwana XII menjenguk tentara republik yang terluka dan dirawat di sebuah rumah sakit, sekitar tahun 1949.

Terdapat pendapat yang menilai[siapa?] bahwa pada awal pemerintahannya,Susuhunan Pakubuwana XII gagal mengambil peran penting dan memanfaatkan situasi politik Republik Indonesia. Pakubuwana XII saat itu dianggap kurang berdaya dalam menghadapi kelompok antidaerah istimewa yang gencar bermanuver dalam perpolitikan dan menyebarkan rumor bahwa para bangsawan Surakarta merupakan sekutu pemerintah Belanda, sehingga sebagian rakyat merasa tidak percaya dan memberontak terhadap kekuasaan Kesunanan.[26] Dalam buku seri Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia, JenderalAbdul Haris Nasution menuduh bahwa raja-raja Surakarta membelot dan mengkhianati Indonesia saat terjadiAgresi Militer Belanda II tahun 1948–1949. Bahkan pihakTNI sudah menyiapkan KolonelGPH. Jatikusuma (KSAD pertama), putraPakubuwana X, untuk diangkat menjadi Susuhunan yang baru dan Letkol. Suryo Sularso untuk diangkat menjadi Mangkunegara yang baru. Namun, sebagian fraksi rakyat dan oknum tentara semakin ingin menghapuskan monarki sama sekali. Akhirnya, MayorAchmadi, penguasa militer kota Surakarta, hanya diberi tugas untuk langsung berhubungan dengan istana-istana monarki Surakarta. Kedua raja diminta untuk secara tegas memihak Republik. Jika raja-raja tersebut menolak, akan diambil tindakan sesuai Instruksi Non Koperasi.[27]

KedatanganSusuhunan Pakubuwana XII,Adipati Mangkunegara VIII danPerdana MenteriMohammad Hatta diBelanda dalam rangka mengikutiKonferensi Meja Bundar pada tahun 1949.

Kenyataannya, selama masaRevolusi Nasional,Pakubuwana XII tetap memihak pemerintah Republik Indonesia. Ia bahkan memperoleh pangkat militerletnan jenderaltituler, dan pada tahun 1945–1948 beberapa kali turut mendampingiPresiden Sukarno danWakil Presiden Mohammad Hatta mengunjungi berbagai daerah diJawa Tengah danJawa Timur, baik dalam rangka konsolidasi pemerintahan maupun meninjau garis depan pertempuran.[28] Sebelum dan hingga peristiwaSerangan Umum Surakarta pada 7–10 Agustus 1948, Pakubuwana XII juga mengizinkan sepasukan TNI di bawah pimpinan Letkol.Slamet Riyadi untuk menggunakanPesanggrahan Pracimaharja diBoyolali sebagai markas, sebelum akhirnya pesanggrahan peninggalanPakubuwana VI tersebut dibakar untuk membendung manuver tentaraBelanda yang hendak menduduki wilayahSurakarta.[28]

Selain itu, Pakubuwana XII juga menjadi salah satu anggota delegasi yang diberi kedudukan setingkat menteri negara dalam rombongan delegasi Republik Indonesia pimpinan Mohammad Hatta padaKonferensi Meja Bundar diDen Haag dari tanggal23 Agustus hingga 2 November 1949.[29] Pada 17 Desember 1949, staf urusan sipil Komando Tentara dan Teritorial Kota Surakarta, mewakili pemerintah Republik Indonesia, bahkan memberikan surat tanda penghargaan dan terima kasih kepada Jawatan Pusat Karti Praja, sebuah badan pekerjaan umum yang dibentuk Pakubuwana XII dalam rangka membuka lapangan kerja bagi masyarakat karena telah ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara Republik Indonesia selamaAgresi Militer Belanda II.[25][28] Meski demikian, kedudukanDaerah Istimewa Surakarta saat itu tetap belum dapat dipertahankan, karena ketidakstabilan politik dan pemerintahan diSurakarta yang berlangsung berlarut-larut sejak tahun 1945 sampai 1949.

Meskipun gagal secara politik, namun Pakubuwana XII tetap menjadi figur pelindungkebudayaan Jawa. Pada zamanreformasi, para tokoh nasional, misalnyaPresiden Abdurrahman Wahid, tetap menghormatinya sebagai salah satu sesepuh tanahJawa.[30] Susuhunan Pakubuwana XII wafat pada tanggal11 Juni2004, dan masa pemerintahannya merupakan yang paling lama di antara para raja-raja Kesunanan terdahulu, yaitu sejak tahun 1945 hingga 2004.

Pakubuwana XIII

[sunting |sunting sumber]
Susuhunan Pakubuwana XIII danKGPH. Tejawulan bersama keluarga serta beberapa pejabat penting, termasukF.X. Hadi Rudyatmo (wali kotaSurakarta),Ganjar Pranowo (gubernurJawa Tengah),Subagyo Hadi Siswoyo (anggotaDewan Pertimbangan Presiden), danMenteri Dalam NegeriTjahjo Kumolo dalam UpacaraTingalan Dalem Jumenengan ke-13 tahun 2017.

Sepeninggal Susuhunan Pakubuwana XII, sempat terjadi perebutan takhta antaraKGPH. Hangabehi danganKGPH. Tejawulan, yang masing-masing menyatakan diri sebagai Pakubuwana XIII; keduanya mengklaim sebagai pemangku takhta yang sah, dan masing-masing menyelenggarakan acara pemakaman ayahnya secara terpisah. Akan tetapi, konsensus keluarga telah mengakui bahwa Hangabehi yang diberi gelar SriSusuhunan Pakubuwana XIII.

Pada tahun 2012, konflikRaja Kembar telah usai setelah Pangeran Tejawulan melepaskan klaim takhta dan gelarPakubuwana kepada kakaknya, yakni Pangeran Hangabehi, dalam sebuah rekonsiliasi resmi yang diprakarsai oleh Pemerintah Kota Surakarta bersamaDPR-RI, dan Pangeran Tejawulan sendiri dilantik menjadimahamenteri dengan gelarKangjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung.[31]

Susuhunan Pakubuwana XIII bersama istri, putra-putri, serta para menantu dan cucu, seusai pelaksanaan rangkaian upacara menyambutTahun Baru Jawa (1 Sura) diKeraton Surakarta tahun 2024.

Rekonsiliasi damai antaraSusuhunan Pakubuwana XIII danTejawulan awalnya sempat ditentang oleh Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta yang dipimpin olehGKR. Wandansari.[32] Sejak tahun 2013, Pakubuwana XIII bahkan tidak dapat memasuki kawasan intiKeraton Surakarta dan memimpin beberapa upacara adat karena adanya penutupan beberapa akses dari kediaman Susuhunan menuju kawasan inti keraton.[33] SetelahTNI danKepolisian turun tangan serta adanya mediasi antara pihak Pakubuwana XIII dan Lembaga Dewan Adat,[34][35] pada bulanApril2017 Pakubuwana XIII bisa kembali masuk ke dalam keraton dan menyelenggarakan upacara peringatan kenaikan takhta (tingalan dalem jumenengan) yang dihadiri oleh keluarga,abdi dalem, perwakilan masyarakat, dan beberapa pejabat tinggi pemerintahan.[36]

Penyelesaian konflik antara Susuhunan Pakubuwana XIII denganGKR. Wandansari dan Lembaga Dewan Adat akhirnya terjadi pada tanggal 3 Januari 2023, usai kedua pihak berhasil dipertemukan dan dimediasi oleh KRAy. Herniatie Sriana Munasari (cucu dariR.P. Suroso, mantangubernurJawa Tengah sekaligus komisaris tinggi pemerintah pusat untukDaerah Istimewa Surakarta) danPolresta Surakarta.[37][38][39] Menindaklanjuti rekonsiliasi tersebut,Gibran Rakabuming Raka mengundang Susuhunan Pakubuwana XIII dan GKR. Wandansari bersama beberapa kerabat keraton di Loji Gandrung (rumah dinaswali kotaSurakarta), pada tanggal 4 Januari 2023.[40] Pada pertemuan tersebut, GKR. Wandansari menyatakan bahwa ia telah bersatu dengan Susuhunan Pakubuwana XIII dan siap bersama-sama melestarikan kebudayaan serta adat istiadat keraton.[41]

Wilayah Kekuasaan

[sunting |sunting sumber]

Pada Awal Berdirinya

[sunting |sunting sumber]
Pembagian wilayahMancanagara Kesunanan Surakarta danKesultanan Yogyakarta (termasuk wilayahKadipaten Mangkunegaran) pada tahun 1757.
Kompleks Candi Prambanan sekitar tahun 1900-1938. Percandian tersebut berada tepat di perbatasan wilayah Kesunanan Surakarta (Kabupaten Klaten) danKesultanan Yogyakarta (Kabupaten Sleman).

Seperti di masaKesultanan Mataram, pada awal berdirinya (semasa pemerintahanSusuhunan Pakubuwana II danSusuhunan Pakubuwana III) wilayah Kesunanan Surakarta dibagi menjadi daerahKuthagara atauKuthanagara,Nagara Agung,Mancanagara, danPasisiran.[42] DaerahKuthagara adalahibu kota dan pusat pemerintahan kerajaan, yang juga menjadi tempat tinggal raja beserta keluarganya termasuk para pejabat dan pegawai pemerintahan. DaerahKuthagara juga sering disebut sebagaiSiti Narawita, yang secara harfiah berarti daerah tempat orang-orang mengabdi. DaerahNagara Agung adalah wilayah yang berada di sekitarKuthagara, yang merupakan daerahapanase atautanah lungguh dari parakeluarga raja danabdi dalem, termasuk pula daerahSiti Narawita milik raja. Sedangkan daerahMancanagara danPasisiran merupakan wilayah di luar kawasanNagara Agung; di daerah ini tidak terdapattanah lungguh, namun pada saat perayaangrebeg dan tiap-tiap waktu tertentu harus menyerahkanpajak kekeraton. Secara keseluruhan, wilayah Kesunanan Surakarta ketika itu memiliki luas 352.382karya.[42]

Perkembangan Selanjutnya

[sunting |sunting sumber]
PetaKaresidenan Surakarta yang terdiri dari gabungan dari wilayah Kesunanan Surakarta danKadipaten Mangkunegaran (tanpa daerahenklave), pada tahun 1920. Wilayah administratif ini oleh pemerintahHindia Belanda pada tahun 1928 dinaikkan statusnya menjadikegubernuran (gouvernement) setingkatprovinsi. Setelah berdirinyaIndonesia, wilayah ini kemudian menjadiDaerah Istimewa Surakarta (1945-1946).

Wilayah kekuasaan Kesunanan Surakarta selanjutnya semakin berkurang pada masa pemerintahan raja-raja berikutnya, termasuk setelah adanyaPerjanjian Giyanti tahun 1755 danPerjanjian Salatiga tahun 1757, yang mengakibatkan Kesunanan Surakarta harus menyerahkan beberapa wilayah kekuasaannya kepadaKesultanan Yogyakarta danKadipaten Mangkunegaran, serta menyerahkan wilayahPasisiran kepadaVOC. UsaiPerang Jawa pada tahun 1830, seluruh wilayahMancanagara dirampas oleh pemerintahHindia Belanda, menyisakan wilayahNagara Agung danKuthagara.[42] Wilayah yang tersisa tersebut, kemudian dibagi lagi menjadi beberapakabupaten dankawedanan.

Di eraHindia Belanda, status Kesunanan Surakarta besertaMangkunegaran merupakanDaerah Swapraja setingkatkaresidenan, yang diPulau Jawa juga dikenal sebagaiVorstenlanden (Daerah Kerajaan-Kerajaan), yaitu daerah yang berhak memerintah sendiri alias tidak diatur oleh undang-undang pemerintah kolonial Hindia Belanda seperti daerah lain, tetapi diatur dengan kontrak politik antaraGubernur Jenderal dan Sri Susuhunan. Ada dua macam kontrak politik, yaitu kontrak panjang tentang kesetaraan kekuasaan keraton dengan Belanda, dan pernyataan pendek tentang pengakuan atas kekuasaan Belanda. Kesunanan Surakarta diatur dalam kontrak panjang, sementaraKadipaten Mangkunegaran diatur dalam pernyataan pendek. Sejak era Gubernur JenderalJoannes Benedictus van Heutsz (1904-1909), setiap terjadi pergantian raja, maka diadakan pembaharuan kontrak. Kontrak terakhir untuk Kasunanan diatur dalam S. 1939/614, sedangkan untuk Mangkunegaran diatur dalam S. 1940/543.[43]

Bupati Klaten (tengah) tampak melakukan peletakan batu pertama ketika seremoni dimulainya pembangunan jalan raya yang menghubungkanKabupaten Klaten (Surakarta) denganKabupaten Gunung Kidul (Yogyakarta), tahun 1936.

Sejak masa pemerintahanSusuhunan Pakubuwana X pada abad ke-20, wilayah Kesunanan Surakarta meliputi:

  1. Kota Surakarta (sebagaikuthanagara atauibu kota kerajaan)
  2. Kabupaten Sukoharjo (Kabupaten Kutha Surakarta)
  3. Kabupaten Sragen
  4. Kabupaten Boyolali
  5. Kabupaten Klaten (yang juga mencakup wilayahKotagede danImogiri, selakuenklave atau daerah kantong yang berada di wilayahKesultanan Yogyakarta)

Untuk wilayah kota Surakarta bagian utara sertaKabupaten Karanganyar (Kabupaten Kutha Mangkunegaran) danKabupaten Wonogiri (termasuk enklaveNgawen danSemin) diperintah olehKadipaten Mangkunegaran, yang merupakanvasal dari Kesunanan Surakarta.[2][3] Di tahun 1928, pemerintah Hindia Belanda menjadikan wilayahKaresidenan Surakarta yang merupakan gabungan dari Kesunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran, sebagai sebuahkegubernuran setingkatprovinsi. Wilayah dan pembagian administratif tersebut tidak banyak mengalami perubahan hingga masaPendudukan Jepang dan era pemerintahanRepublik Indonesia.[23]

Setelahnya, di masa pemerintahanSusuhunan Pakubuwana XII wilayah Kesunanan Surakarta mendapat kedudukan sebagai sebuahdaerah istimewa dan menjadiDaerah Istimewa Surakarta, yang bertahan selama beberapa bulan pada tahun 1945-1946. Usai pembekuan Daerah Istimewa Surakarta dan sejak kembali dibentuknya Karesidenan Surakarta hingga penggabungan karesidenan tersebut ke dalamProvinsi Jawa Tengah pada tahun 1950, saat ini wilayah Kesunanan Surakarta secara administratif telah menyatu dengan Provinsi Jawa Tengah.[23]

Pemerintahan

[sunting |sunting sumber]

Kedudukan Susuhunan Surakarta

[sunting |sunting sumber]
Artikel utama:Pakubuwana
PotretSusuhunan Pakubuwana IX sekitar tahun 1866, duduk didhampar kencana (singgasana) dan mengenakan busanakasenapaten (panglima perang).

Kesunanan Surakarta dipimpin oleh seorang raja bergelarSusuhunan alias Sunan yang merupakan keturunan raja-rajaDinasti Mataram. Sejak tahun 1745 sampai sekarang, para Susuhunan Surakarta bertakhta menggunakan gelarPakubuwana, dengan gelar lengkapnya yaituSahandhap Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping ... (diisi dengan angka terbilang sesuai urutan gelar raja ke berapa)ing Nagari Surakarta Hadiningrat.[3] Kedudukan Susuhunan adalah kepala negara dan pemerintahan Kesunanan Surakarta, sekaligus panglima tertinggi angkatan bersenjata kerajaan dan kepala urusan agamaIslam.

Pada tahun 1745 sampai 1800, kedudukan Kesunanan Surakarta secarade facto merupakan negara merdeka, danVOC alias Kompeni hanyalah mitra yang sejajar. Dalam rangka menjaga posisinya, VOC menempatkan seorang pejabat tinggi di ibu kotaSurakarta untuk mengawasi Susuhunan dan kerajaannya. Kedudukan pejabat Kompeni ini mulanya berada di bawah Susuhunan dan sejajar dengan Pepatih Dalem. Setelah runtuhnya VOC pada akhir tahun 1799 dan kemudian dilanjutkan oleh rezim pemerintah kolonialHindia Belanda (termasuk selamainterregnum Inggris), posisi pejabat tinggi tersebut berkedudukan sebagaiResiden dan selanjutnyaGubernur (sejak tahun 1928) yang mewakili kehadiranGubernur Jenderal di Surakarta. Posisi Residen dan selanjutnya Gubernur Surakarta tersebut dianggap sejajar dengan Susuhunan Surakarta; keadaan yang sama juga berlaku diKesultanan Yogyakarta, dimana kedudukan mereka sejajar dengan Sultan Yogyakarta. Dengan adanya campur tangan Residen dan Gubernur Belanda di kerajaannya, kekuasaan Susuhunan sebagai penguasa dan kepala negara menjadi berkurang.[42]

Pada masaPendudukan Jepang, Susuhunan Surakarta diakui olehJepang sebagaiSolo-Kō. Setelah berdirinyaRepublik Indonesia dan Kesunanan Surakarta menyatakan bergabung di dalamnya, Susuhunan juga berkedudukan sebagai KepalaDaerah Istimewa Surakarta. Keadaan tersebut berlangsung sampai pertengahan tahun 1946, dan selanjutnya posisi Susuhunan Surakarta adalah sebagai Pemangku Takhta Adat, raja seremonial yang dihormati dan simbol pemersatu di masyarakat.

Pemerintahan Istana dan Pemerintahan Negara

[sunting |sunting sumber]
Susuhunan Pakubuwana X berfoto bersama Patih Sasradiningrat IV (menjabat tahun 1889-1916) serta para bangsawan dan pejabat pemerintahan Kesunanan Surakarta di pendopo Dalem Kepatihan, tahun 1905.
Patih Sasradiningrat IV (duduk di tengah) bersama beberapa orang putranya dan para pejabat Kepatihan, tahun 1910. Ia adalah pendiriPaheman Radya Pustaka, suatu lembaga independen di bidang ilmu pengetahuan danbudaya Jawa.

Pemerintahan Kesunanan Surakarta pada awalnya meneruskan susunan pemerintahan warisanKesultanan Mataram. Pemerintahan kerajaan dibedakan menjadi dua institusi, yaituParentah Karaton (pemerintahan istana) atauParentah Lebet danParentah Nagari (pemerintahan negara) yang juga disebutParentah Jawi.[42] Sebagai negara berbentukmonarki,Susuhunan selaku raja Kesunanan Surakarta memegang seluruh kekuasaan pemerintahan negara, namun dalam menjalankan dua cabang pemerintahannya Susuhunan dibantu oleh Pangageng Parentah Karaton untuk pemerintahan istana dan Pepatih Dalem (Patih) untuk pemerintahan negara.[42] Jika Susuhunan yang bertakhta memiliki seorangputra mahkota (bergelarKangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra Mataram), maka putra mahkota tersebut merupakan orang kedua yang berkuasa di pemerintahan istana. Dan selaku Adipati Anom (secara harfiah dianggap sebagai Patih Muda), ia juga berkedudukan sebagai orang ketiga di dalam pemerintahan negara.[3]

Di dalam pemerintahan istana (Parentah Karaton) yang berpusat diKeraton Surakarta terdapat berbagaikementerian dengan masing-masing tugas dan fungsinya, seperti kesekertariatan, urusan upacara, urusan agamaIslam, urusan keluarga dan putra-putri raja, urusan abdi dalem, urusan kesenian dan kebudayaan, urusan keuangan, dan sebagainya.[42] Sementara itu, pemerintahan negara (Parentah Nagari) Surakarta merupakan pelaksana utama kebijakan Susuhunan. Pelaksana utamanya adalah institusi Kepatihan yang dipimpin oleh Pepatih Dalem atau Patih, pejabat birokrasi tertinggi di Kesunanan Surakarta yang berkedudukan langsung di bawah Susuhunan. Dalam hal ini, posisi Patih seolah seperti perdana menteri, meski status Susuhunan adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Sejak masuknyaVOC dan kemudian pemerintah kolonialHindia Belanda ke dalam birokrasi Kesunanan Surakarta, pelantikan seorang Patih oleh Susuhunan harus sepersetujuanGubernur Jenderal.[44] Biasanya, Patih dijabat oleh mantan Bupati, pejabat tinggi kerajaan, atau kerabat Susuhunan. Dalam beberapa periode, bahkan posisi Patih sempat dijabat secara turun-temurun.

Dalem Kepatihan Kesunanan Surakarta sekitar tahun 1910-1930, merupakan rumah dinas sekaligus kantor parapatih dan institusi Kepatihan. Kompleks ini sebagian besar hancur selamaRevolusi Nasional Indonesia, dan di bekas kawasan intinya berdiri bangunanSMK Negeri 8 Surakarta serta Kantor Kejaksaan Negeri Surakarta.

SeorangPatih yang berkantor di Kepatihan ini oleh Susuhunan diberi hak untuk membantu mengatur negara dan mengadakan hubungan dengan daerah lain di wilayahHindia Belanda,[42] sekaligus menjadi koordinator paraBupati danWedana yang memerintah di kabupaten-kabupaten di seluruh Kesunanan Surakarta. Menyesuaikan birokrasi modern, sejak akhir abad ke-19 Pepatih Dalem bersama para pejabatnya ini menjadi pelaksana pemerintahan kerajaan di bidang administrasi, keuangan, pembangunan, pendidikan, dan pengadilan.[42] Sejak era pemerintahanSusuhunan Pakubuwana IX, Patih KRA. Sasradiningrat IV menjadikan institusi Kepatihan sebagai salah satu pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan, yang kemudian pada tahun 1890 melahirkan Paheman Radya Pustaka, denganMuseum Radya Pustaka yang masih berdiri sampai sekarang.[45] Institusi Kepatihan ini dibubarkan pada masa pemerintahanSusuhunan Pakubuwana XII, terlebih setelah sebagian besar bangunan kompleks Dalem Kepatihan hancur semasaRevolusi Nasional Indonesia (sekitar tahun 1948-1949).[44] Dan setelah pembekuanDaerah Istimewa Surakarta, pemerintahan istana yang berpusat diKeraton Surakarta masih lestari sampai sekarang, terdiri dari beberapa lembaga yang dikepalai oleh seorang Pangageng.[42]

Pada masa pemerintahanSusuhunan Pakubuwana X, di Kesunanan Surakarta juga terdapat Dewan Kerajaan (Raad Nagari) yang mendampingi raja beserta paraabdi dalem dalam menjalankan pemerintahan.[42] Dewan tersebut terdiri dari tiga institusi, yaitu Dewan Bale Agung (Raad Bale Agung), Dewan Keraton, dan Dewan Kepatihan. Dewan Bale Agung merupakan parlemen kerajaan yang dibentuk atas persetujuan Pakubuwana X pada 21 Maret 1935, yang anggotanya terdiri dari beberapa putraSusuhunan Pakubuwana X, beberapa pegawai kerajaan, dan juga dari kalangan perseorangan.[46] Bale Agung utamanya bertugas membahas rancangan peraturan pemerintah kerajaan dan memberikan saran serta masukan kepada Susuhunan, sekaligus sebagai wadah aspirasi rakyat Surakarta. Sementara itu, Dewan Keraton yang berkantor di Sasana WilapaKeraton Surakarta merupakan dewan pertimbangan raja, utamanya bertugas mengajukan usul serta mempertimbangkan keputusan Dewan Bale Agung.[42] Dan yang terakhir, Dewan Kepatihan, merupakan dewan pertimbangan patih yang bertugas memberikan pertimbangan atas segala keputusan Dewan Bale Agung yang telah mendapat peninjauan dari Dewan Keraton.[42]

Posisi Pemerintah Kolonial

[sunting |sunting sumber]
Benteng Vastenburg yang berada tidak jauh dariKeraton Surakarta, dibangun olehVOC pada tahun 1745 untuk mengawasi para penguasa Kesunanan Surakarta.

Sama seperti seluruh monarki diHindia Belanda, keberadaan rezim kolonialBelanda di Surakarta telah mereduksi kedudukan dan kekuasaan Susuhunan beserta pemerintahannya. Belanda tidak mencampuri urusanParentah Karaton, namun sejak eraVOC mereka telah menetapkan kontrolnya atas proses suksesi Susuhunan dan pengangkatan Patih. Dalam proses suksesi, pemerintah Hindia Belanda selalu mengajukan kontrak politik bagi calon Susuhunan yang akan bertakhta.[3] Ikut campurnya rezim kolonial di Surakarta semakin meluas, terlebih setelah berakhirnyaPerang Diponegoro yang berujung pemakzulanSusuhunan Pakubuwana VI pada tahun 1830, yang membuat birokrasiParentah Nagari di bawah pimpinan Patih menjadi kian dikontrol secara ketat oleh Belanda untuk mencegah terjadinya pemberontakan.

Sebagai bagian dari Hindia Belanda, Kesunanan Surakarta secara resmi berkedudukan sebagainegara protektorat berstatusDaerah Swapraja (Zelfbestuurende Landschappen). BersamaKadipaten Mangkunegaran, wilayah Kesunanan Surakarta dijadikan sebuahKaresidenan yang dikepalai seorangResiden, yang kemudian pada tahun 1928 ditingkatkan menjadiKegubernuran setingkatProvinsi dibawah pimpinanGubernur. Kedudukan para Residen dan Gubernur tersebut dianggap sejajar dengan Susuhunan, sekaligus sebagai perpanjangan tanganGubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkedudukan diBatavia. Dan ketika masaPendudukan Jepang tahun 1942-1945, Kesunanan Surakarta diberi status sebagaiKōchi, di bawah pengawasan rezim militerJepang.

Daftar Susuhunan (Sunan) Surakarta

[sunting |sunting sumber]
Artikel utama:Daftar raja Jawa § Kesunanan Surakarta

Berikut adalah daftar raja-raja Kesunanan Surakarta:

NamaJangka HidupAwal BertahtaAkhir MemerintahKeteranganKeluargaGambar
Susuhunan Pakubuwana II
  • Sunan Kumbul
  • Raden Mas Prabasuyasa
18 Desember 1711 – 20 Desember 1749 (umur 38)17451749Pendiri Kesunanan Surakarta
Susuhunan Pakubuwana III
  • Raden Mas Suryadi
17 Februari 1732 – 26 September 1788 (umur 56)17491788
Susuhunan Pakubuwana IV
  • Sunan Bagus,Sinuhun Wali
  • Raden Mas Subadya
2 September 1768 – 2 Oktober 1820 (umur 52)17881820
Susuhunan Pakubuwana V
  • Sunan Sugih,Sinuhun Ngabehi
  • Raden Mas Sugandi
3 Desember 1784 – 5 September 1823 (umur 39)18201823
Susuhunan Pakubuwana VI
  • Sinuhun Bangun Tapa
  • Raden Mas Sapardan
26 April 1807 – 2 Juni 1849 (umur 42)18231830Pahlawan Nasional Indonesia
Susuhunan Pakubuwana VII
  • Raden Mas Malikis Solikin
8 Juli 1796 – 10 Mei 1858 (umur 61)18301858
Susuhunan Pakubuwana VIII
  • Raden Mas Kuseini
20 April 1789 – 28 Desember 1861 (umur 72)18581861
Susuhunan Pakubuwana IX
  • Sinuhun Bangun Kedhaton
  • Raden Mas Duksina
22 Desember 1830 – 16 Maret 1893 (umur 62)18611893
Susuhunan Pakubuwana X
  • Sinuhun Ingkang Minulya saha Ingkang Wicaksana
  • Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna
29 November 1866 – 20 Februari 1939 (umur 72)18931939Pahlawan Nasional Indonesia
Susuhunan Pakubuwana XI
  • Raden Mas Ontoseno
1 Februari 1886 – 1 Juni 1945 (umur 59)19391945
Susuhunan Pakubuwana XII
  • Sinuhun Hamardika
  • Raden Mas Suryo Guritno
14 April 1925 – 11 Juni 2004 (umur 79)19452004Menyatakan bergabung denganRepublik Indonesia; KepalaDaerah Istimewa Surakarta (1945–1946); BersamaMohammad Hatta danAdipati Mangkunegara VIII turut menjadi DelegasiIndonesia diKMB (1949)
Susuhunan Pakubuwana XIII
  • Raden Mas Suryo Partono
28 Juni 1948 (umur 76)2004Petahana

Galeri

[sunting |sunting sumber]

Lihat Pula

[sunting |sunting sumber]

Referensi

[sunting |sunting sumber]
  1. ^abLdr. Sri Katon Pl. Br. - Gamelan Kraton Kasunanan Surakarta
  2. ^abcWasino. (2014)Modernisasi di Jantung Budaya Jawa: Mangkunegaran 1896-1944. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
  3. ^abcdeSoeratman, Darsiti. (1989)Kehidupan Dunia Kraton Surakrata 1830-1939. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Tamansiswa.
  4. ^Prasadana, Muhammad Anggie Farizqi; Gunawan, Hendri (2019-06-17)."KERUNTUHAN BIROKRASI TRADISIONAL DI KASUNANAN SURAKARTA".Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya.2 (2): 187–200.doi:10.33652/handep.v2i2.36.ISSN 2684-7256. 
  5. ^abcdTALK SHOW "NILAI-NILAI SENI BUDAYA KARATON SURAKARTA HADININGRAT" NARASUMBER GKR. WANDANSARI
  6. ^"Perjanjian Giyanti Membelah Mataram". 
  7. ^KERATON SOLO Temukan Situs Perjanjian Jatisari, Bukti Keraton Solo Bukan Antek Belanda
  8. ^Eko Punto Hendro."Strategi Kebudayaan Perjuangan Pahlawan Nasional Pangeran Sambernyowo"(PDF).Endogami:Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi: 42–54. 
  9. ^abcdeSantosa, Sri Juari. (2002)Suara Nurani Keraton Surakarta: Peran Keraton Surakarta dalam Mendukung dan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yogyakarta: Komunitas Studi Didaktika.
  10. ^"Trunojoyo Melawan Mataram dan Dihukum Mati". 
  11. ^Siswanta (2019)."Sejarah Perkembangan Mataram Islam Kraton Plered"(PDF).Karmawibangga:Historical Studies Journal.1: 33–42. 
  12. ^Resume Singkat Blusukan Ndalem PangeranDiarsipkan 2015-01-05 diWayback Machine.. Blusukan Solo. Diakses 5 Januari 2015.
  13. ^abcd"Kompleks Bangunan Keraton Surakarta". 
  14. ^KGPH. Puger: Kyai Sala dan Ki Gede Sala adalah Dua Tokoh BerbedaYoutube.com
  15. ^abcSarmino, Husain Haikal (2001)."Segi Kultural relijius Perpindahan Keraton Kartasura ke Surakarta".Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Program Pasca Sarjana, Universitas Negeri Yogyakarta.3 (4): 115-116.ISSN 2685-7111. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
  16. ^"Hari Jadi Kota Solo Disebut Bukan 17 Februari 1745, Kok Bisa?". Solopos.com
  17. ^"Situs Resmi DPRD Kota Surakarta: Selayang Pandang Kota Surakarta". 
  18. ^Perjanjian Jatisari 15 Februari 1755, Awal Mula Beda Budaya Surakarta dan YogyakartaKompas.com
  19. ^"Peran Ganda Raja Surakarta Berujung Petaka". 
  20. ^"Seperti Surakarta, Status Daerah Istimewa Dapat Dicabut".Tempo.co. [pranala nonaktif permanen]
  21. ^Selanjutnya pada tanggal 19 Agustus 1945 di dalam rapatPPKI diputuskan bahwa wilayah Republik Indonesia dibagi atas sembilan provinsi dan dua daerah istimewa, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Daerah Istimewa Surakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pendapat tersebut bertentangan dengan Putusan PPKI sebagaimana terdapat dalam buku Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI yang diterbitkan oleh sekretariat negara baik edisi II (1993) maupun III (1995)
  22. ^sebagai KepalaDaerah Istimewa Surakarta yang setingkat jabatan Gubernur dengan posisi berada langsung di bawah Pemerintah Pusat. Pendapat tersebut bertentangan dengan UU 22/1948 mengenai pemerintahan daerah dan fakta-fakta sejarah di mana R.P. Suroso ditempatkan sebagai Komisaris Tinggi Indonesia untuk Kesunanan dan Mangkunegaran. Lihat buku A.H. NasutionSekitar Perang Kemerdekaan Indonesia dan Sudarisman PurwokusumoDaerah Istimewa Yogyakarta
  23. ^abcRanika Rosiana, Belda (2013)."Terbentuknya Birokrasi Modern di Surakarta tahun 1945-1950"(PDF).Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 
  24. ^Julinar Said, M.P.B. Manus, P. Suryo Haryomo, Sumardi, dkk. (1997)Tokoh-Tokoh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  25. ^abDaerah Istimewa Surakarta - Tuduhan Pro Belanda dan Kesetiaannya kepada Republik Indonesia
  26. ^Putri Musaparsih, Cahya (2005)."Strategi Komite Nasional Indonesia Daerah Surakarta (KNIDS) dalam mengambil alih Swapraja, 1945-1946"(PDF).Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 
  27. ^Nasution, Abdul Haris. (1996)Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia: perang gerilya semesta ii. Jilid 10 Cet 8. Bandung: Disjarah Angkatan Darat dan Penerbit Angkasa; dan Soedarisman Poerwokoesoemo. (1984)Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  28. ^abcBram Setiadi, D.S. Trihandayani, Qomarul Hadi. (2001)Raja di Alam Republik: Keraton Kesunanan Surakarta dan Paku Buwono XII. Jakarta: Bina Rena Pariwara.
  29. ^I Gede Putu Wiranegara: PAKU BUWONO XII - Berjuang Untuk Sebuah Eksistensi
  30. ^Abdurrahman Wahid: Keraton dan Perjalanan Budayanya.Diarsipkan 2020-07-14 diWayback Machine. Dari situs Santri Gus Dur - Komunitas Pemikiran Gusdur.
  31. ^Akhirnya, Keraton Surakarta Rekonsiliasi.Kompas.com
  32. ^Prosesi Jumenengan di Tengah Konflik Panjang Keraton Kasunanan Solo.Diarsipkan 2014-09-08 diWayback Machine.Jpnn.com
  33. ^Dilema Lembaga Dewan AdatSolopos.com
  34. ^Brimob dan TNI Amankan Keraton Solo Tribun Solo
  35. ^Sekat Seng Keraton Dibongkar Media Indonesia
  36. ^Peringatan Naik Takhta Raja Solo CNN Indonesia
  37. ^Kronologi Pertemuan LDA dengan Sinuhun PB XIII, yang berbuah DAMAI! Solo Times
  38. ^Momen Langka Pertemuan Paku Buwono XIII dengan Gusti Moeng, Siap Lestarikan Keraton Surakartaa Tribun Network
  39. ^Sosok Dibalik Perdamaian di Keraton Solo, Raja Paku Buwono XIII Menangis Haru Kedaulatan Rakyat
  40. ^GIBRAN Undang 2 Kubu Keraton di Loji Gandrung usai Berdamai Solo Times
  41. ^Dua Kubu Keraton Solo Sepakat Bersatu di Era Gibran, Langkah Selanjutnya Apa? Solo Times
  42. ^abcdefghijklmnopqDwi Ratna Nurhajarini, Restu Gunawan, Tugas Triwahyono. (1999)Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  43. ^Imam Samroni, dkk. "Daerah Istimewa Surakarta", Pura Pustaka Yogyakarta, Februari 2010
  44. ^abRuntuhnya Kepatihan Kasunanan Surakarta - Patih Sosrodiningrat V dan Revolusi Anti Daerah Istimewa
  45. ^Dalem Kepatihan Kasunanan Surakarta - Sejarah Kemegahan dan Tragedi Keruntuhan
  46. ^Ketika Raja Jawa membentuk Parlemen - Sejarah Dewan Bale Agung Surakarta

Pranala luar

[sunting |sunting sumber]
Didahului oleh:
Kesultanan Mataram
Kesunanan Surakarta Hadiningrat
1745–1945
Diteruskan oleh:
Daerah Istimewa Surakarta
Geografi
Lambang Kota SurakartaPeta Kota Surakarta
Politik
Sejarah
Lokasi terkenal
Transportasi
Demografi & Budaya
Pendidikan
Tempat ibadah
Olahraga
Media
Kuliner
1 Masuk ke dalam Daftar Benda Cagar Budaya yang Dilindungi Pemerintah Kota Surakarta,2 Dicoret dari daftar karena usia pembangunan kurang dari 50 tahun
Portal Surakarta · Wikipedia:Buku/Surakarta
Sebelum 600 M
(Hindu-Buddha pra-Mataram)
600–1500 (Hindu-Buddha)
1500–sekarang (Islam)
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kesunanan_Surakarta_Hadiningrat&oldid=27035643"
Kategori:
Kategori tersembunyi:

[8]ページ先頭

©2009-2025 Movatter.jp