Jalan Raya Pos (juga dikenal sebagaiJalan Daendels atauJalan Anyer-Panarukan;bahasa Belanda:De Groote Postweg (kontemporer),De Grote Postweg (modern);bahasa Prancis:La Grande Route) adalah jalan bersejarah diPulau Jawa sepanjang kira-kira 1.000kilometer (620 mi) yang dibangun pada masa pemerintahanGubernur JenderalHindia BelandaHerman Willem Daendels (memerintah 1808–1811 M). Membentang dariAnyer,Banten hinggaPanarukan,Jawa Timur, Daendels tidak membangun jalan ini sebagai jalan baru dari awal, tetapi dibangun dari jalan-jalan yang sudah ada sebelumnya.
Kini, sebagian besar Jalan Raya Pos menjadi bagian dari Jalan Raya Pantai Utara Jawa, atau lebih dikenal sebagaiJalan Pantura. Ini sering memunculkan kesalahpahaman bahwa Jalan Raya Pos disamakan dengan Jalan Pantura meskipun tidak semua Jalan Pantura mengikuti Jalan Raya Pos (berlaku juga untuk sebaliknya).
Dalambahasa Indonesia danbahasa Belanda, namaJalan Raya Pos danDe Groote Postweg (ejaan modern:De Grote Postweg) berasal dari adanya sebanyak 50kantor pos sepanjang jalan antara Batavia denganSurabaya yang dibangun Daendels untuk mempercepat komunikasi dengan para pejabatnya.[1] Komunikasi pada saat itu merupakan hal yang dianggap berharga karena Daendels merasakan sulitnya berkomunikasi dengan mereka yang tersebar di seluruh Jawa dan lalu lintas laut yang bisanya digunakan untuk menyampaikan pesan dihadangInggris.[2] Daendels sendiri menyebut jalan ini dalam bahasa Prancis sebagaiLa Grande Route.[3] Jalan ini juga disebut sebagaiJalan Anyer Panarukan karena jalan ini dimulai dariAnyer diBanten dan berakhir padaPanarukan diJawa Timur.[4]
Pada 28 Januari 1807, Daendels diangkat menjadiGubernur Jenderal Hindia Belanda olehLouis Bonaparte, adikNapoleon Bonaparte yang diangkat menjadi raja diBelanda semasaPeperangan Napoleon.[5] Louis memberi dua tugas utama kepada Daendels, yaitu mempertahankan Jawa dari serbuan Inggris dan membenahi sistem administrasi Hindia Belanda.[6] Instruksi yang serupa juga diterimanya dariNapoleon Bonaparte saat bertemu diParis, sesaat sebelum pergi ke Jawa.[2]
Pilihan Daendels untuk membangun jalan raya di Jawa mungkin diinspirasi olehcursus publicus, sistem jalan posRomawi Kuno yang menghubungkanRoma dengan kota-kota yang ditaklukkannya.[7][8] Dengan begitu, Daendels berkeinginan untuk menerapkan konsep yang sama dengan menghubungkanBatavia dengan daerah-daerah di Jawa melalui Jalan Raya Pos.[9]
Sumber lainnya mengatakan bahwa idenya untuk membangun sebuah jalan raya mungkin dipengaruhi oleh perjalanannya menuju Jawa. Saat itu, Inggris menguasai lautan dan menghadang Prancis untuk mengakses lautan sehingga memaksa Daendels harus melalui daratan Prancis terlebih dahulu dengan jalan raya yang dibuat oleh Napoleon.[3] Setelah kedatangannya, ia juga melakukan perjalanan ke Jawa yang merepotkan dan memakan banyak waktu. Oleh karena itu, Daendels memerintahkan pembangunan jalan raya, yang selesai dalam setahun.[3] Daendels tiba diAnyer, Banten pada 5 Januari 1808. Sembilan hari kemudian, ia resmi menggantikan Gubernur JenderalAlbertus Henricus Wiese (memerintah 1805–1808 M).[10]
Pada 29 April 1808, agar lebih mengetahui permasalahan di Jawa lebih lanjut, Daendels melakukan perjalanan dari ke Semarang danujung timur Jawa. Setibanya di Semarang pada 5 Mei 1808, ia mengeluarkan perintah (besluit) untuk membangun Jalan Raya Pos. Karena keterbatasan biaya, Daendels hanya meratakan jalan dariBatavia keBuitenzorg (kini Bogor) viaMeester Cornelis dan membangun petak jalan diPreanger. Sisanya, yaitu jalan dariCirebon hinggaSurabaya dikerjakan oleh para bupati di daerahnya masing-masing.[11] Ia tidak membangun jalan ini dari nol, tetapi dimulai dari memperbaiki dan menghubungkan jalan-jalan yang telah ada sebelumnya. Ini memungkinkan ia dapat mewujudkan kemudahan pengangkutan hasil pertanian dan pengerahan pasukannya dengan cepat.[12]
Dia menegaskan bahwa jalan harus selalu buka sepanjang tahun, bahkan dimusim hujan, dan untuk semua jeniskereta kuda. Dalam pembangunannya, banyak jembatan yang dibangun untuk menyeberangi aliran sungai, baik kecil maupun besar. Total panjang jalan yang dibangun mencapai sekitar 1.000kilometer (620 mi) atau "300 jam berjalan".[13]
Pembangunan Jalan Raya Pos pertama dimulai dari Buitenzorg ke Karangsambung[a] berdasarkan perintah Daendels pada 5 Mei 1808. Jalur ini direncanakan melaluiCisarua,Cianjur,Rajamandala,Bandung,Parakan Muncang, danSumedang. Secara teknis, jalur tersebut harus dibuat selebar 2rijnlandse roeden (~7.5 meter) dan didirikan tiang di setiap 400rijnlandse roeden (~1.5 kilometer) untuk menunjukkan jarak dan menandai batas distrik.[15] Pemerintah menyediakan anggaran sebesar 30.000 ringgit perak untuk membangun jalur ini, sementara para pekerjanya disediakan olehGubernur Pantai Timur Laut Jawa,Nicolaus Engelhard sebanyak 1.100 orang.[16]
Proyek ini dipimpin oleh KolonelZeni Balthazar Friedrich Wilhelm van Lützow dengan bantuan dari Komisi Negara dan duainsinyur militer. Van Lützow kemudian menyerahkan tanggung jawab sebagian pengerjaan, yaitu jalur Cisarua-Cianjur dan Parakan Muncang-Karangsambung, kepada dua insinyurnya. Masing-masing insinyur dibantu oleh duabintara yang dipilihnya.[17][18] Daendels juga menetapkan jumlah pekerja dan upah yang berbeda untuk membangun jalan ini, mengingat kondisi medan yang berat yang dihadapi oleh para pekerja.[15]
Dari | Ke | Jumlah pekerja | Upah |
---|---|---|---|
Cisarua | Cianjur | 400 orang | 10 ringgit perak/orang |
Cianjur | Rajamandala | 150 orang | 4 ringgit perak/orang |
Rajamandala | Bandung | 200 orang | 6 ringgit perak/orang |
Bandung | Parakan Muncang | 50 orang | 1 ringgit perak/orang |
Parakan Muncang | Sumedang | 150 orang | 5 ringgit perak/orang |
Sumedang | Karangsambung | 150 orang | 4 ringgit perak/orang |
Pada 28 Maret 1809, para pekerja dari Batavia danPreanger yang membangun jalan antara Cianjur-Sumedang diberi bantuan berupa 1.5pon beras setiap hari dan 5 pon garam garam setiap bulan hingga jalan selesai dibangun. Sehari setelahnya, para pekerja juga diberi kapak dan peralatan lainnya. Kemudian, para pekerja yang didatangkan dariCirebon dan daerahvorstenlanden yang membangun jalan di Sumedang akan diberi upah dua ringgit perak setiap bulan ditambah tigagantang beras, sementara para mandor akan diberi upah tiga ringgit perak setiap bulan. Bantuan-bantuan ini merupakan kebijakan pemerintah atas beratnya medan yang harus ditembus, khususnya dalam pembuatan jembatan di jalur Cianjur ke Bandung dan pemotongan lereng gunung di jalur Parakan Muncang ke Sumedang.[19]
Pada Juli 1808, sehubungan dengan kosongnya kas pemerintah, Daendels bertemu dengan 38 bupati untuk memerintahkan membantu pembangunan jalan dari Cirebon ke Surabaya dengan menggunakansistem kerja wajib (heerendiensten).[20] Dengan jalan raya yang sisanya dikerjakan oleh para bupati, Daendels tidak perlu membuat laporan rinci untuk jalan-jalan tersebut. Hasilnya, tidak ada arsip-arsip kolonial yang memuat laporan pembangunan jalannya. Satu-satunya informasi yang didapat yang melaporkan pembangunannya adalah korespondensi antara Daendels denganMenteri Perdagangan dan KoloniPaulus van der Heim [nl].[21]
DiJawa Tengah, jalan raya ini melewatiTegal,Pemalang,Comal,Pekalongan,Kendal,Kaliwungu,Semarang,Demak,Kudus,Pati,Rembang, danLasem. Sementara di Jawa Timur, jalan raya ini melewatiTuban,Sidayu,Gresik,Surabaya,Porong,Bangil,Pasuruan,Probolinggo,Kraksaan,Paiton,Besuki, dan akhirnyaPanarukan.[22]
GubernurPantai Timur Laut JawaNicolaus Engelhard harus menyerahkan jabatannya karena Daendels membagi Pantai Timur Laut Jawa menjadi beberapa unit administrasi yang lebih kecil. Engelhard menjadi pengkritik kebijakan Daendels, menyatakan bahwa 500 pekerja meninggal dunia saat pembangunan jalan di bukit sekitarMegamendung, Jawa Barat dan menekankan bahwa angka ini tidak menghitung pekerja yang keluar atau meninggal karena terkena penyakit di sana. William Thorn, seorang tentara Inggris yang ikut serta dalamPenyerbuan Jawa pada 1811, menulis bahwa "sekitar 12.000 pekerja dikatakan telah meninggal dunia dalam membangun (jalannya), terutama karenakeburukan hutan dan rawa-rawa yang dilaluinya".Nas dan Pratiwo (2002) menyatakan bahwa pembangunan jalan ini menelan banyak korban jiwa, tulisan dari Thorn dan Engelhard tidak menyertakan bukti atau perhitungan jumlah total korban jiwa dengan pasti.[23]
Seiring berjalannya waktu, Jalan Raya Pos menjadi daerah perkotaan yang sambung-menyambung dan menggantikan peran sungai-sungai besar yang awalnya menjadi jalur utama perekonomian yang membentang dari utara ke selatan, menghubungkan daerah pesisir dengan daerah pedalaman, menjadi dari barat ke timur melalui jalur darat sepanjang pesisir utara Pulau Jawa. Jalan ini juga mengubah tata kota tradisional Jawa yang sebelumnya menghadap kesungai ataupegunungan.[24]
Pada awalnya, penggunanan jalan ini hanya digunakan untuk kebutuhan pos dan militer. Selain itu, jalan ini juga tidak boleh dilewati oleh kendaraan milik orang Jawa yang harus menggunakan jalur khusus gerobak yang berada di sisi jalan. Jalan Raya Pos hanya dapat dilewati olehkereta kuda Belanda yang dilengkapi oleh kusir dan kenek.[24]
Film dokumenterDe Groote Postweg, disutradarai dan ditulis oleh Bernie IJdis, dirilis pada 1996. Film ini menceritakan tentang sejarah dan dampak modern dari Jalan Raya Pos.Pramoedya Ananta Toer, yang juga diceritakan kisah hidupnya semasaOrde Baru, mengisi narasi untuk film ini.[25]
Catatan
Kutipan
Selepas ruas tersebut, perjalanan berlanjut ke Karang Sambung yang sekarang bagian dari Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang, terdapat 12 Stasiun Pos sampai ke Kota Tegal.
Daftar pustaka
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|alt-url=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan);Parameter|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan) Berisi plakat-plakat (peraturan) yang dipublikasikan oleh pemerintahan Daendels dari 1 Juli 1808 hingga 31 Desember 1809.