Gambia meraihkemerdekaan pada tanggal 18 Februari 1965. Setelah kemerdekaan, status Gambia ditetapkan sebagaimonarki konstitusional dalamPersemakmuran.[11]Elizabeth II ditetapkan sebagai Ratu Gambia yang kekuasaannya diwakili oleh Gubernur Jenderal. Tak lama kemudian, pemerintah nasional Gambia menggelar referendum yang mengusulkan agar negara itu menjadirepublik. Referendum ini gagal untuk menerima dua pertiga mayoritas yang diperlukan untuk mengubah konstitusi.
Pada tanggal 24 April1970, Gambia menjadi negara republik dalam Persemakmuran, mengikuti referendum kedua. Perdana Menteri SirDawda Kairaba Jawara menjadi Presiden, sebuah pos eksekutif, menggabungkan antarakepala negara dankepala pemerintahan
Presiden Sir Dawda Jawara terpilih kembali sebanyak lima kali. Sebuah usaha kudeta pada 29 Juli 1981 mengikuti melemahnya ekonomi dan tuduhan korupsi terhadap politikus terkemuka.[12] Upaya kudeta terjadi saat Presiden Jawara mengunjungiLondon dan dilaksanakan oleh sayap kiri Dewan Revolusi Nasional, terdiri dari partai Kukoi Samba Sanyang yaitu Partai Sosialis Dan Revolusioner Buruh (SRLP) dan unsur-unsurField Forces, pasukan paramiliter yang meliputi sebagian besar angkatan bersenjata negara.[12]
Presiden Jawara meminta bantuan militer dariSenegal, yang mengerahkan 400 pasukan ke Gambia pada tanggal 31 Juli. Pada 6 Agustus sekitar 2.700 tentara Senegal telah dikerahkan, mengalahkan pasukan pemberontak.[12] Antara 500 sampai 800 orang tewas selama kudeta dan kekerasan berikutnya.[12] Pada tahun 1982, pada masa setelah tahun 1981 percobaan kudeta, Senegal dan Gambia menandatangani perjanjian konfederasi.Konfederasi Senegambia bertujuan untuk menggabungkan angkatan bersenjata kedua negara dan untuk menyatukan ekonomi dan mata uang mereka. Setelah hanya tujuh tahun, Gambia secara permanen mundur dari konfederasi pada tahun 1989.
Pada tahun 1994, Dewan Hukum Angkatan Bersenjata Sementara (AFPRC) menyingkirkan pemerintah Jawara dan melarang aktivitas politik oposisi. LetnanYahya A.J.J. Jammeh, ketua AFPRC, menjadi kepala negara. Jammeh baru berusia 29 tahun pada saat kudeta. AFPRC mengumumkan rencana transisi untuk kembali ke pemerintahan sipil yang demokratis. Komisi Pemilihan Independen Sementara (PIEC) didirikan pada tahun 1996 untuk melakukan pemilihan umum nasional dan berubah menjadi Komisi Pemilihan Independen (IEC) pada tahun 1997 dan bertanggungjawab atas pendaftaran pemilih dan pelaksanaan pemilihan dan referendum.
Pada akhir2001 dan awal2002, Gambia melengkapi siklus penuh pemilihan presiden, legislatif, dan lokal. Presiden Yahya Jammeh, yang terpilih untuk melanjutkan dalam posisi yang telah diasumsikan selama kudeta, mengambil sumpah jabatan pada tanggal 21 Desember 2001.
Pada tanggal 2 Oktober 2013, menteri interior Gambia mengumumkan bahwa Gambia akan meninggalkanPersemakmuran Bangsa-Bangsa dengan segera, mengakhiri 48 tahun keanggotaan organisasi. Pemerintah Gambia mengatakan telah "memutuskan bahwa Gambia tidak akan pernah menjadi anggota institusi neo-kolonial dan tidak akan pernah menjadi pihak institusi yang mewakili perpanjangan kolonialisme".
Presiden petahana Yahya Jammeh menghadapi pemimpin oposisi Adama Barrow dari partai Koalisi Independen[13] dan Mamma Kandeh dari partai Kongres Demokrat Gambia[14] dalam pemilihan presiden Desember 2016. Gambia menjatuhi hukuman pemimpin oposisi utama dan pembela hak asasi manusia Ousainou Darboe ke 3 tahun penjara pada bulan Juli 2016,[15] mendiskualifikasi dirinya dari mencalonkan diri sebagai presiden.
Setelah pemilu 1 Desember 2016, komisi pemilihan menyatakan Adama Barrow sebagai pemenang pemilihan tersebut.[16] Yahya, yang telah memerintah selama 22 tahun, pertama kali mengumumkan ia akan mundur setelah kalah dalam pemilihan 2016 sebelum menyatakan hasil dibatalkan dan menuntut pemilihan baru, sehingga memicu krisis konstitusional dan mengarah ke penyerbuan oleh koalisiECOWAS.[17] Pada tanggal 20 Januari 2017, Jammeh mengumumkan bahwa ia telah setuju untuk mundur dan akan meninggalkan negara itu.