Movatterモバイル変換


[0]ホーム

URL:


Lompat ke isi
WikipediaEnsiklopedia Bebas
Pencarian

Egoisme etis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalamfilsafat etika, egoisme etis (ethical egoism) adalah pandangan normatif yang menyatakan bahwa agen moral seharusnya bertindak demi kepentingan dirinya sendiri.[1] Pandangan ini berbeda dari:

  • Egoisme psikologis, yang mengklaim bahwa manusiahanya dapat bertindak demi kepentingan dirinya sendiri (deskriptif), dan
  • Egoisme rasional, yang berpendapat bahwa bertindak demi kepentingan diri sendiri adalahtindakan yang rasional.

Dengan demikian, egoisme etis menegaskan bahwa tindakan yang konsekuensinya menguntungkan pelakunya adalah tindakan yang etis.[2]

Egoisme etis berlawanan denganaltruisme etis, yang menyatakan bahwa agen moral memiliki kewajiban untuk membantu orang lain. Baik egoisme maupun altruisme berbeda dari utilitarianisme etis, yang menuntut agar seseorang tidak memberikan perhatian lebih besar kepada dirinya sendiri dibandingkan kepada orang lain.

  • Dalam egoisme, kepentingan diri ditempatkan di atas kepentingan orang lain.
  • Dalam altruisme, seseorang wajib mengorbankan kepentingan diri demi orang lain.
  • Sementara itu, utilitarianisme bersifatnetral terhadap agen (agent-neutral), yaitu memperlakukan kepentingan semua pihak secara objektif dan tidak memihak.

Ketiganya—egoisme,altruisme, danutilitarianisme[3]—termasuk dalamkonsekuensialisme, yakni pandangan yang menilai moralitas berdasarkan hasil atau konsekuensi tindakan. Namun, egoisme dan altruisme bersifat fokus pada agen (agent-focused), sedangkan utilitarianisme bersifat impersonal atau objektif.

Egoisme etis tidak mengharuskan agen moral untuk merugikan orang lain dalam mengejar kepentingan dirinya sendiri. Suatu tindakan yang menguntungkan diri sendiri bisa saja secara kebetulan merugikan, menguntungkan, atau netral bagi orang lain. Prinsip individualisme dalam hal ini memperbolehkan seseorang untuk mengabaikan kepentingan orang lainjika hal itu diperlukan untuk mencapai kepentingan dirinya, selama tujuannya efektif untuk memenuhi kebutuhan pribadi.

Selain itu, egoisme etis tidak berarti bahwa seseorang harus selalu melakukan apa yang ia inginkan saat itu juga. Misalnya, memenuhi keinginan jangka pendek dapat merugikan kepentingan diri dalam jangka panjang. Karena itu, kesenangan sesaat (pleasure) ditempatkan di bawah kebahagiaan jangka panjang (eudaimonia). Seperti yang dikatakan oleh filsuf James Rachels,

“Egoisme etis ... mendukung sifat mementingkan diri sendiri, tetapi tidak mendukung kebodohan.”[4]

Dalam ranah politik, egoisme etis sering dijadikan landasan filosofis bagi hak-haklibertarian (right-libertarianism) dananarkisme individualis (individualist anarchism), dua posisi politik yang menekankan bahwa individu tidak boleh secara paksa mencegah orang lain untuk menjalankan kebebasan tindakannya sendiri.[5]

Bentuk-bentuk egoisme etis

[sunting |sunting sumber]

Dalam ranah filsafat moral, egoisme etis merupakan pandangan normatif yang menegaskan bahwa tindakan yang benar secara moral adalah tindakan yang paling menguntungkan bagi diri pelakunya sendiri. Namun, di dalam kerangka teori ini, para filsuf membedakan beberapa bentuk atau varian utama yang mencerminkan tingkat generalisasi dan penerapan prinsip egoistik tersebut. Secara umum, egoisme etis terbagi menjadi tiga bentuk utama, yakniegoisme etis individual,egoisme etis personal, danegoisme etis universal.[6]

Bentuk pertama, egoisme etis individual, menekankan kepentingan diri seorang individu secara eksklusif. Seorang egois etis jenis ini berpendapat bahwa setiap orang — baik secara moral maupun praktis —seharusnya bertindak sedemikian rupa agar menguntungkan dirinya sendiri, yakni individu tertentu yang berbicara atau berpikir. Dengan kata lain, prinsip moral di sini bersifat egosentris dan partikular: apa yang benar secara moral adalah apa pun yang memperluas, melindungi, atau meningkatkan kepentingan pribadi “saya”. Dalam bentuk ini, egoisme bukan hanya menjadi panduan bagi individu untuk bertindak demi dirinya sendiri, tetapi juga menjadi klaim normatif bahwa semua orangseharusnya bertindak untuk kepentingan “saya”. Pandangan semacam ini tentu sulit diterima secara rasional karena sifatnya yang kontradiktif dan tidak dapat diterapkan secara universal tanpa menimbulkan konflik kepentingan antarindividu.

Bentuk kedua disebut egoisme etis personal. Dalam bentuk ini, seseorang berpendapat bahwa iasendiri seharusnya bertindak demi kepentingan pribadinya, tetapi tidak membuat klaim moral apa pun mengenai apa yang seharusnya dilakukan orang lain. Jadi, egoisme di sini bersifatpribadi dan subjektif, bukan normatif universal. Seorang egois personal mungkin mengakui bahwa setiap orang bebas menentukan sendiri apa yang menjadi kepentingannya, tanpa harus menilai atau mengatur tindakan orang lain. Misalnya, seseorang yang berpegang pada egoisme personal mungkin mengatakan: “Saya bertindak sesuai kepentingan saya sendiri, tetapi saya tidak akan mengatakan bahwa orang lain harus melakukan hal yang sama.” Bentuk ini lebih mudah diterima secara praktis, karena tidak menimbulkan pertentangan langsung dengan kepentingan pihak lain, meskipun tetap menempatkan nilai moral dalam kerangka kepentingan diri individu semata.

Bentuk ketiga, egoisme etis universal, merupakan versi paling rasional dan sistematis dari teori ini. Dalam pandangan ini, semua orang seharusnya bertindak demi kepentingannya sendiri, karena hal itu diyakini sebagai cara yang paling baik untuk mencapai keharmonisan sosial dan efisiensi moral. Prinsip moralnya bersifat universal, tetapi tetap berpusat pada kepentingan individu masing-masing. Egoisme universal mengandaikan bahwa jika setiap orang berfokus pada kesejahteraan dan kebahagiaannya sendiri secara rasional — tanpa melanggar hak orang lain — maka secara kolektif masyarakat akan menjadi lebih baik. Pandangan ini terkadang disamakan dengan semangatlaissez-faire dalamekonomi liberal klasik, di mana pencarian keuntungan pribadi dianggap secara tidak langsung dapat menghasilkan manfaat sosial yang lebih luas, sebagaimana diungkapkan oleh Adam Smith dalam metafora “tangan tak terlihat”.

Ketiga bentuk egoisme etis ini menunjukkan perbedaan yang mendasar dalam cakupan dan penerapan prinsip moralnya. Egoisme individual bersifat partikular dan eksklusif;egoisme personal bersifat subjektif dan non-preskriptif; sedangkan egoisme universal bersifat normatif dan koheren dalam tataran etika sosial. Meskipun sering dikritik karena dianggap mengabaikan kepentingan orang lain, teori egoisme etis tetap menjadi salah satu pilar penting dalam perdebatan moral modern, terutama dalam upaya memahami hubungan antara moralitas, rasionalitas, dan kepentingan diri. Dalam batas tertentu, egoisme etis juga menjadi titik awal bagi sejumlah teori moral dan ekonomi yang menekankan otonomi individu dan tanggung jawab pribadi sebagai unsur esensial dari kehidupan etis.

Referensi

[sunting |sunting sumber]
  1. Sanders, Steven M. (1988-07)."Is egoism morally defensible?".Philosophia.18 (2–3):191–209.doi:10.1007/bf02380076.ISSN 0048-3893.
  2. Zalta, Edward (2006-09-01)."The Stanford Encyclopedia of Philosophy: A university/library partnership in support of scholarly communication and open access".College& Research Libraries News.67 (8):502–504.doi:10.5860/crln.67.8.7670.ISSN 2150-6698.
  3. Sprigge, T.L.S. (2020-07-20).Utilitarianism. Routledge. hlm. 9–27.ISBN 978-1-003-04933-3.
  4. Bevian, Elsa Cristine (2016-09-01)."RACHELS, James& RACHELS, Stuart. Os elementos da filosofia moral".Revista Internacional Interdisciplinar INTERthesis.13 (3): 239.doi:10.5007/1807-1384.2016v13n3p239.ISSN 1807-1384.
  5. Kramer, David (2008-08-29)."Democrats convene in Denver, McCain surprises with VP choice — week of 24 August 2008".Physics Today.2008 (08).doi:10.1063/pt.4.1087.ISSN 1945-0699.
  6. Fay, Robert (2005-04-07)."Waller, Odell".African American Studies Center. Oxford University Press.ISBN 978-0-19-530173-1.
Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Egoisme_etis&oldid=28508266"
Kategori:
Kategori tersembunyi:

[8]ページ先頭

©2009-2025 Movatter.jp