Sungai Brantas Kali Brantas | |
---|---|
Sungai Brantas diKediri dengan latarGunung Wilis. | |
PetaOpenStreetMap Koordinat: | |
Lokasi | |
Negara | ![]() |
Provinsi | Jawa Timur |
Kabupaten/Kota | Kota Batu Kota Malang Kabupaten Malang Kabupaten Blitar Kabupaten Tulungagung Kabupaten Kediri Kota Kediri Kabupaten Jombang Kabupaten Nganjuk Kabupaten Mojokerto Kabupaten Gresik Kabupaten Sidoarjo Kabupaten Pasuruan Kota Surabaya |
Ciri-ciri fisik | |
Hulu sungai | Gunung Anjasmoro |
- lokasi | Desa Sumber Brantas,Kecamatan Bumiaji,Kota Batu |
- elevasi | 2.000 m (6.600 ft) |
Muara sungai | Kali Mas,Kali Porong,Selat Madura |
- elevasi | 0 m (0 ft) |
Panjang | 320 km (200 mi) |
Daerah Aliran Sungai | |
Sistem sungai | DAS Brantas[1] |
Kode DAS | DAS220228[3] |
Luas DAS | 11.900 km2 (4.600 sq mi)[2] |
Pengelola DAS | BPDAS Brantas Sampean[4] |
Wilayah sungai | WS Brantas |
Kode wilayah sungai | 02.19.A3 |
Otoritas wilayah sungai | BBWS Brantas[5] |
Badan air | Bendungan Sutami;Bendungan Wonorejo;Bendungan Selorejo |
Informasi lokal | |
Zona waktu | WIB (UTC+7) |
GeoNames | 6881549 |
q |
Sungai Brantas adalah sebuahsungai yang mengalir di provinsiJawa Timur,Indonesia.[6] Sungai ini adalah sungai terpanjang kedua diPulau Jawa setelahBengawan Solo. Hingga tahun 2015, terdapat 18,166 juta orang yang tinggal di wilayah sungai ini atau 46,7% dari total penduduk Jawa Timur. Sungai Brantas juga berperan penting dalam menunjang status Jawa Timur sebagai lumbung pangan nasional. Pada 2015, total produksi padi di wilayah sungai ini mencapai 1,69 juta ton atau 2,24% dari total produksi padi Indonesia.[7]
Hingga dekade 1960-an, masalah utama Sungai Brantas adalah fluktuasi debit air yang ditandai oleh dua peristiwa, yakni kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan. Terjadi kegagalan panen dan kelaparan akibat kekurangan air di musim kemarau, sementara di musim hujan terjadi banjir yang mengakibatkan korban harta bahkan jiwa. Selain itu, aliran air juga terhambat karena endapansedimen yang dihasilkan oleh letusanGunung Kelud. Setiap 10 hingga 15 tahun, Gunung Kelud meletus dan melontarkan abu dan batupiroklastik ke Sungai Brantas bagian tengah, sehingga menimbulkan gangguanfluvial pada sungai tersebut. Pemerintah Indonesia kemudian mengembangkan sejumlah infrastruktur sumber daya air untuk mengatasi masalah tersebut.
Sungai Brantas berhulu di kakiGunung Arjuno, tepatnyaDesa Sumber Brantas,Kecamatan Bumiaji,Kota Batu. Sungai ini lalu mengalir keKota Malang dan kemudian bertemu denganSungai Lesti diKabupaten Malang. Sungai ini lalu mengalir keBlitar dan bertemu denganSungai Ngrowo diTulungagung. Sungai ini kemudian mengalir keKediri dan bertemu denganSungai Widas diKertosono. Sungai ini lalu mengalir keJombang dan bercabang menjadi dua diMojokerto, yakni menjadiKali Surabaya danKali Porong.[8] Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas mencapai 11.800 km² atau seperempat dari luas Provinsi Jawa Timur.[9] Sungai sepanjang 320 kilometer ini mengalir melingkari sebuah gunung berapi yang masih aktif, yakniGunung Kelud.[10] Rerata curah hujan di wilayah sungai ini mencapai 2.000 mm per tahun dan dari jumlah tersebut sekitar 85% di antaranya jatuh pada musim hujan.[7] Rerata potensi air permukaan di wilayah sungai ini sebesar 12 miliar m³ per tahun, dan yang termanfaatkan baru sebesar 2,6-3,0 miliar m³ per tahun.
Sejak abad ke-8, di DAS Brantas telah berdiri sebuah kerajaan dengan corak agraris, bernamaKanjuruhan. Kerajaan ini meninggalkanCandi Badut danprasasti Dinoyo yang berangka tahun 760 M sebagai bukti keberadaannya. Wilayah hulu DAS Brantas di mana kerajaan ini berpusat memang cocok untuk pengembangan sistem pertanian sawah dengan irigasi yang teratur sehingga tidak mengherankan daerah itu menjadi salah satu pusat kekuasaan di Jawa Timur (Tanudirdjo, 1997). Sungai Brantas maupun anak-anak sungainya menjadi sumber air yang memadai. Bukti terkuat tentang adanya budaya pertanian yang ditunjang oleh pengembangan prasarana pengairan (irigasi) yang intensif ditemukan di DAS Brantas, lewatPrasasti Harinjing diKepung. Ada tiga bagian prasasti yang ditemukan, yang tertua berangka tahun 726 S atau 804 M dan yang termuda bertarikh 849 S atau 927 M. Dalam prasasti ini, disebutkan pembangunan sistem irigasi (yang terdiri atas saluran dan bendung atau tanggul) yang disebut dawuhan pada anak Sungai Konto, yakni Sungai Harinjing (Lombard, 2000).
Sungai Brantas memiliki fungsi yang sangat penting bagi Jawa Timur mengingat 60% produksi padi berasal dari areal persawahan di sepanjang aliran sungai ini. Akibat pendangkalan dan debit air yang terus menurun sungai ini tidak bisa dilayari lagi. Fungsinya kini beralih sebagai irigasi dan bahan baku air minum bagi sejumlah kota disepanjang alirannya. Adanya beberapa gunung berapi yang aktif di bagian hulu sungai, yaituGunung Kelud danGunung Semeru menyebabkan banyak materialvulkanik yang mengalir ke sungai ini. Hal ini menyebabkan tingkatsedimentasi bendungan-bendungan yang ada di aliran sungai ini sangat tinggi. Dalam sumpahnya,Lembu Sora bahkan menyatakan "Blitar dadi latar, Tulungagung dadi kedung, Kediri dadi kali" (bahasa Jawa:Blitar menjadi lautan pasir,Tulungagung menjadi kubangan air,Kediri menjadi sungai),[11], yang kemungkinan terinspirasi dari kondisi Sungai Brantas pada saat itu.
Merujuk khazanah sastra periode klasik, sungai Brantas inilah yang diduga kuat disebut sebagaiCi Ronabaya dalam naskahPerjalanan Bujangga Manik.
Sungai ini mengalir di wilayah timur pulau Jawa yang beriklim muson tropis (kode:Am menurutklasifikasi iklim Köppen-Geiger).[12] Suhu rata-rata setahun sekitar 26 °C. Bulan terpanas adalah Oktober, dengan suhu rata-rata 30 °C, and terdingin Juni, sekitar 24 °C.[13] Curah hujan rata-rata tahunan adalah 2982 mm. Bulan dengan curah hujan tertinggi adalah Maret, dengan rata-rata 496 mm, dan yang terendah Agustus, rata-rata 28 mm.[14]
Sungai Brantas | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Tabel iklim (penjelasan) | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Pengembangan infrastruktur di Sungai Brantas telah dimulai pada saat RajaAirlangga memimpinKerajaan Kahuripan, sebagaimana dijelaskan padaPrasasti Kamalagyan yang berangka tahun 1037. Prasasti tersebut menjelaskan bahwa Raja Airlangga memerintahkan warga untuk membangun bendungan di Waringin Sapta untuk mengatasi banjir yang sering terjadi di Kamalagyan dan sekitarnya.[15] Pada dekade 1840-an, pada masa pendudukan Belanda, pengembangan infrastruktur di Sungai Brantas difokuskan untuk mengendalikan banjir dan memanfaatkan derasnya aliran sungai ini.[16] Pada tahun 1843, pemerintah Hindia Belanda membangunPintu Air Mlirip untuk mengendalikan air Sungai Brantas yang mengalir ke Kali Surabaya. Pada tahun 1857, pemerintah Hindia Belanda membangunBendung Lengkong untuk mengairi lahan pertanian seluas 30.000 hektar di delta Sungai Brantas.[8] Pada tahun 1865 dan 1870, pemerintah Hindia Belanda membangunKali Jagir danPintu Air Jagir untuk mengurangi jumlah air Kali Surabaya yang mengalir keKali Mas. Pada tahun 1882, pemerintah Hindia Belanda juga membangunKali Porong untuk mengurangi jumlah air Sungai Brantas yang mengalir ke Kali Surabaya.[17]
Pada tahun 1889, pemerintah Hindia Belanda juga membangunPintu Air Gubeng untuk mengendalikan air Kali Mas yang mengalir ke pusat kota Surabaya.[17] Sekitar tahun 1910, saluran-saluran irigasi pun mulai dikembangkan di bagian hulu dan bagian tengah Sungai Brantas.[15] Pada tahun 1926 dan 1932, mulai dioperasikanPLTA Siman danPLTA Mendalan di huluKali Konto untuk membangkitkan listrik.[8] Infrastruktur lain yang juga dibangun pada masa pendudukan Belanda di Indonesia meliputiPintu Air Gunungsari danBozem Morokrembangan untuk mengendalikan air yang masuk ke pusat kota Surabaya.[16] Pada tahun 1943, di bawah arahan tentara Jepang, masyarakat juga mulai membangunTerowongan Neyama tanpa bantuan mesin,[18] sehingga baru dapat diselesaikan setahun kemudian.[16]
Pada dekade 1950-an, infrastruktur yang telah dibangun di Sungai Brantas mulai menua dan kurang terawat, karena kurangnya dana yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia pada saat itu. Banjir besar yang terjadi pada tahun 1954 dan 1955 juga makin memperburuk kondisi infrastruktur yang telah ada.[16] Pengamatan lebih teliti terhadap sifat dan perilaku Sungai Brantas kemudian dilaksanakan olehWhite Engineering asalAmerika Serikat mulai tahun 1954, dan empat tahun kemudian, White Engineering pun menghasilkan sebuah rencana induk pengembangan infrastruktur yang diberi judulBrantas Plan. Pengamatan tersebut lalu diperdalam dengan survei yang dilaksanakan olehSogreah asalPrancis danNippon Koei asalJepang, yang kemudian menghasilkanOverall Development Plan bagi Sungai Brantas pada tahun 1961.[19][15] Rencana induk tersebut menyimpulkan bahwa pengendalian banjir di Sungai Brantas akan dilakukan dengan cara membangun bendungan di bagian hulu, mengendalikan banjir di anak Sungai Brantas, mengendalikan pasir di lerengGunung Kelud, meningkatkan daya gelontor pasir di bagian hilir, serta mengelola pemanfaatan air Sungai Brantas secara menyeluruh dan terpadu.[19]
Dengan rencana induk tersebut, pengembangan Sungai Brantas pun mulai dilakukan dengan prinsip "satu sungai, satu rencana, dan satu manajemen terpadu" yang dilaksanakan secara bertahap sesuai kebutuhan dan kebijakan pemerintah dari waktu ke waktu.[20] Pengembangan pun menghasilkan sejumlah prasarana pengairan. Manfaat pembangunan antara lain pengendalian banjir 50 tahunan di sungai utama yang mengurangi luas genangan seluas 80.000 hektar; irigasi untuk sawah seluas 345.000 hektar, yang mana 83.000 hektar di antaranya berupa irigasi teknis langsung dari sungai induk (2,5 miliar m³ per tahun); energi listrik sebanyak 1.000 GWh per tahun; serta suplai air baku untuk industri sebanyak 130 juta m³ per tahun dan air baku untuk rumah tangga sebanyak 240 juta m³ per tahun. Pengembangan dilakukan melalui 4 (empat) tahap sebagai berikut:
Tahap pertama bertujuan untuk mengendalikan banjir, karena jika banjir belum dapat dikendalikan, maka pengembangan yang lain tidak dapat dilakukan. Pengendalian banjir dilakukan dengan membangun sejumlah bendungan untuk menampung kelebihan air, perbaikan alur sungai di bagian tengah Sungai Brantas, dan pembuatan jalur pelepas banjir (flood way). Selain itu, disiapkan pula sistem peringatan dini banjir dan jejaring pemantauan hidrologi.
Di bagian hulu, dilakukan pembangunanBendungan Karangkates,Bendungan Selorejo, danBendungan Lahor, sementara di bagian tengah, dilakukan pembangunan kembaliTerowongan Neyama, sedangkan di bagian hilir, dilakukan pembangunanBendung Lengkong Baru, perbaikandelta Sungai Brantas, dan perbaikan saluran irigasi di delta Sungai Brantas.[21]
Tahap ini bertujuan untuk mengurangi pasir yang mengendap di Sungai Brantas dengan cara"push the top and pull the toe" (mendorong di hulu dan menarik di hilir). Dengan adanya Bendungan Karangkates dan Bendungan Selorejo, tersedia air yang cukup banyak sepanjang tahun untuk menggelontor pasir yang mengendap di sepanjang Sungai Brantas. Selain berfungsi sebagai pengendali banjir di bagian hulu, kedua bendungan tersebut juga dapat difungsikan sebagai sumber air irigasi, pembangkit listrik, dan obyek pariwisata. Untuk menambah jumlah air yang terbendung di Bendungan Karangkates, Bendungan Lahor lalu dibangun beserta sebuah terowongan untuk menghubungkan genangan dari kedua bendungan tersebut.[22]
Sementara itu, Bendung Lengkong Baru dibangun di bagian hilir untuk menggantikan Bendung Lengkong yang sudah sangat tua dan menghambat penggelontoran pasir yang mengendap di Sungai Brantas. Sedangkan perbaikan delta Sungai Brantas dan saluran irigasi di delta Sungai Brantas dimaksudkan untuk meningkatkan pemanfaatan air Sungai Brantas, sehingga selain meningkatkan hasil pertanian, diharapkan juga dapat mengurangi banjir di bagian hilir.[20]
Tahap kedua bertujuan untuk menyediakan air irigasi, seiring dengan kebijakan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan beras nasional dengan memperluas lahan pertanian beririgasi teknis. Sejumlah bendung dan bangunan pengambilan air pun dibangun pada tahap ini. Di bagian hulu, dilakukan pembangunanBendungan Wlingi,Bendung Gerak Lodoyo, Saluran Irigasi Lodagung, danBendungan Sengguruh, sementara di bagian tengah, dilakukan pembangunanBendungan Widas,Bendung Gerak Waruturi, Saluran Irigasi Mrican, Terowongan Neyama 2, dan perbaikan alur Sungai Brantas di dekatKota Kediri (tahap 1), sedangkan di bagian hilir, dilakukan perbaikan alurKali Surabaya dan rekonstruksiPintu Air Gunungsari.[21][8]
Bendungan Wlingi awalnya dirancang sebagai bagian dari upaya untuk"central load relieving" (mengurangi beban di tengah), yakni membuang pasir yang mengendap di Sungai Brantas keSamudra Hindia. Namun pada perkembangannya, pembangunan saluran pembuang endapan ke Samudera Hindia akhirnya ditunda, dan digantikan dengan pembangunan Terowongan Neyama 2 diTulungagung untuk difungsikan sebagai pengendali banjir.[23] Sementara Saluran Irigasi Lodagung dibangun untuk memanfaatkan air yang terbendung oleh Bendungan Wlingi guna mengairi lahan pertanian baru seluas sekitar 7.400 hektar. Perbaikan alur Sungai Brantas di dekatKota Kediri dilakukan dengan cara membangun dinding penahan dengan total panjang sekitar 10 kilometer.[22]
Tahap ini bertujuan untuk menyediakan air baku, terutama bagi masyarakat dan industri yang ada di bagian tengah dan hilir Sungai Brantas. Sejumlah bendung, sistem suplesi (penambah debit), dan infrastruktur lain yang dapat dipakai untuk menyediakan air baku pun dibangun pada tahap ini. Di bagian tengah, dilakukan pembangunanBendungan Wonorejo, PLTA Tulungagung,Bendung Karet Menturus, danBendung Karet Jatimlerek,[22] serta perbaikan alur Sungai Brantas di dekatKota Kediri (tahap 2). Sementara di bagian hilir, dilakukan rekonstruksi Bendung Gubeng, perbaikanPintu Air Wonokromo, perbaikanKali Kedurus, dan rehabilitasi Kali Porong.[8] Pada tahap ini pula, dilakukan pengembangan jaringan irigasi air tanah di Kediri danNganjuk.[21]
Tahap ini ditekankan pada konservasi dan pengelolaan sumber daya air. Pengelolaan air tidak saja mencakup aspek kuantitas, tetapi juga ke arah pengendalian kualitas, walaupun masih bersifat terbatas. Di bagian tengah, dilakukan perbaikan terhadapKali Widas. Sementara di bagian hilir, dilakukan perbaikan terhadapKali Perbatasan,Kali Pelayaran,Kali Kebonagung, danBozem Morokrembangan.[8] Pada tahap ini pula, dikembangkan sistem pengelolaan informasi hidrologi.
Infrastruktur sumber daya air yang telah selesai dibangun di Sungai Brantas saat ini dioperasikan dan dipelihara olehJasa Tirta I. Sementara infrastruktur sumber daya air yang sedang dan akan dibangun di Sungai Brantas saat ini dikelola olehKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melaluiBBWS Brantas.
Infrastruktur sumber daya air di Sungai Brantas yang saat ini dikelola olehJasa Tirta I antara lain:
Terkait dengan luapan lumpur hidrokarbon dari Desa Siring Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo yang dikenal dengan LumpurLapindo, aliran sungai ini digunakan untuk menggelontor sebagian semburan lumpur keSelat Madura. Untuk itu, sebagian lumpur tersebut pun rutin dipompa ke salah satu anak Sungai Brantas di bagian hilir, yakniKali Porong.
7°27′36″S112°25′49″E / 7.4599°S 112.4302°E /-7.4599; 112.4302