Movatterモバイル変換


[0]ホーム

URL:


Lompat ke isi
WikipediaEnsiklopedia Bebas
Pencarian

Arsitektur masjid di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Masjid modern diUniversitas Indonesia dengan atap bertingkat ini mengikuti arsitektur tradisional masjid yang ditemukan di kepulauan Indonesia.

Sejarah

[sunting |sunting sumber]

Arsitektur Islam awal

[sunting |sunting sumber]

Meskipun banyak bangunan Islam tertua di Jawa dan hampir semuanya diSumatera tidak bertahan,[1] terutama karena pengaruh iklim terhadap bahan bangunan yang mudah lapuk, bangunan permanen tidak dianggap sebagai prioritas untuk ibadah umat Islam, karena ruang terbuka dan bersih mana pun dapat menampung ibadah berjamaah.[2]

Paviliun bertingkat di Bali (wantilan ) ini bentuknya mirip dengan beberapa masjid tertua di Indonesia.

Sebagian besar masjid Islam awal masih dapat ditemukan di Jawa, dan gaya arsitekturnya mengikuti tradisi bangunan yang ada diJawa. Ciri khasarsitektur Islam Jawa meliputi atap bertingkat, gerbang upacara, empat tiang utama yang menyokong atap piramida yang menjulang tinggi, dan beragam elemen dekoratif seperti finial tanah liat yang rumit untuk puncak atap. Atap bertingkat ini berasal dari atapmeru bertingkat yang ditemukan dipura Bali. Beberapa arsitektur Islam Jawa awal menyerupaicandi atau gerbang eraMajapahit.[3]

Masjid tertua di Indonesia yang masih ada hingga kini berukuran cukup besar dan sebagian besarnya berhubungan erat dengan istana.[4] Masjid tertua yang masih ada di Indonesia adalahMasjid Agung Demak yang merupakan masjid kerajaanKesultanan Demak, meskipun ini bukan bangunan Islam tertua. Bangunan Islam tertua di Indonesia adalah bagian dari istana kerajaan diKesultanan Cirebon,Cirebon. Kompleks istana berisikronogram yang dapat dibaca sebagai padanan Saka tahun 1454 M. Istana-istana Islam awal mempertahankan banyak ciri arsitektur pra-Islam yang tampak pada gerbang-gerbang atau menara genderang.Istana Kasepuhan kemungkinan dibangun pada akhir masa pra-Islam dan terus berkembang pada masa peralihan agama Hindu ke Islam. Kompleks ini berisi petunjuk mengenai tahapan proses perubahan bertahap saat Islam masuk ke dalam arsitektur Indonesia. Dua ciri khas Hindu yang diadopsi ke dalam Islam di Istana adalah dua jenis pintu gerbang, yakni portal terbelah (candi bentar ) yang menuju ke pendopo tempat berlangsungnya audiensi publik dan gerbang ambang (paduraksa ) yang menuju ke pelataran depan.[kutipan diperlukan]

Menara masjid pada awalnya bukan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masjid di Indonesia.[5] MenaraMasjid Menara Kudus dibangun dengangaya candi bata Hindu Jawa,[6] Menara ini tidak digunakan sebagai menara, tetapi sebagai tempatbedug, sebuah genderang besar yang dipukul untuk memanggil orang untuk sholat di Indonesia. Menara ini mirip dengan menara genderang kuil Hindu Bali yang disebutkul-kul. Hal ini menunjukkan adanya kelanjutan dari periode Hindu-Buddha sebelumnya ke era Islam di Indonesia.[5]

Periode kolonial

[sunting |sunting sumber]

Kubah danlengkungan runcing, fitur terkenal di Asia tengah, selatan dan barat daya, tidak muncul di Indonesia sampai abad ke-19 ketika diperkenalkan oleh pengaruhBelanda terhadap penguasa lokal. Para sarjana Indonesia mulai mengenal pengaruhTimur Dekat ketika mereka mulai mengunjungi pusat-pusat Islam diMesir danIndia.[7]

Kubah di Indonesia mengikuti bentuk kubah bawang India dan Persia. Kubah ini pertama kali muncul di Sumatera. Masjid AgungKesultanan Riau diPulau Penyengat merupakan masjid tertua di Indonesia yang masih memiliki kubah. Terdapat indikasi bahwaMasjid Rao Rao diSumatera Barat menggunakan kubah pada desain awalnya.[8] Penerapan kubah pada masjid di Jawa lebih lambat dibandingkan di Sumatera.[8] Masjid berkubah tertua di Jawa kemungkinan besar adalah Masjid Jami Tuban (1928), diikuti oleh Masjid Agung Kediri dan Masjid Al Makmur Tanah Abang di Jakarta.[8]

Pasca kemerdekaan

[sunting |sunting sumber]

Setelah berdirinya Republik Indonesia, banyak masjid tua yang dibangun dengan gaya tradisional direnovasi dan kubah kecil ditambahkan ke atap berbentuk persegi. Mungkin dibangun dengan meniru modifikasi serupa yang dilakukan terhadap masjid utama di ibu kota daerah di dekatnya.[9]

Sejak tahun 1970-an, kesesuaian bangunan tradisional telah diakui secara politis, dan beberapa bentuk berpinggul berlapis telah dipulihkan. PresidenSuharto berkontribusi terhadap tren ini selama tahun 1980-an dengan mendirikan Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila yang mensubsidi pendirian masjid-masjid kecil di masyarakat kurang sejahtera. Desain standar masjid ini mencakup tiga atap berpinggul di atas aula sholat berbentuk persegi, mengingatkan kita padaMasjid Agung Demak.[10]

Berdasarkan wilayah

[sunting |sunting sumber]
Masjid Agung Demak, salah satu masjid tertua yang masih ada di Indonesia, menunjukkan arsitektur khas Jawa untuk masjid tersebut dengan atapnya yang bertingkat-tingkat, sebuah gaya yang akan ditiru di seluruh kepulauan Indonesia.

Kebanyakan masjid tertua di Jawa biasanya memiliki atap bertingkat.Serambi (teras beratap) yang menempel di bagian depan masjid. Jumlah tingkatan minimalnya dua sedangkan maksimalnya lima. Bagian atas atap dihiasi dengan hiasan tanah liat yang disebutmustoko ataumemolo. Kadang-kadang tingkatan atap melambangkan pembagian ke dalam beberapa lantai terpisah yang masing-masing digunakan untuk fungsi berbeda: lantai bawah untuk salat, lantai tengah untuk belajar, dan lantai atas untuk mengumandangkan adzan.[12]

Di dalam masjid terdapatmihrab di dindingkiblat danmimbar kayu. Relung mihrab terbuat dari batu bata dan dihiasi dengan ukiran kayu yang berasal dari seni pra-Islam di daerah tersebut.[13] Dinding penutupnya cukup rendah dan dihiasi dengan mangkuk dan piring yang berasal dari Cina, Vietnam, dan tempat lain. Di tengah sisi timur terdapat sebuah gerbang monumental. Beberapa masjid, seperti masjid di Yogyakarta, juga dikelilingi oleh parit.[13]

Ciri-ciri lain dari masjid-masjid awal ini adalah halaman, dan gerbang.[14]

Masjid Jami Indrapuri abad ke-17 di Aceh.

Mirip dengan masjid-masjid di Jawa, masjid-masjid di Sumatera memiliki atribut-atribut masjid di Jawa. Beberapa antropolog berpendapat bahwa tidak ada satupun bangunan Islam tertua di Sumatera yang masih bertahan.[15]

DiSumatera Barat, masjid yang dikenal sebagaisurau, mengikuti gaya lokal dengan atap tiga atau lima tingkat yang mirip dengan masjid Jawa, tetapi dengan profil atap 'tanduk' khasMinangkabau. Atapnya ditopang oleh deretan kolom konsentris, yang sering kali berfokus pada penopang sentral yang menjulang tinggi yang mencapai puncak bangunan. Beberapa masjid dibangun di dekat kolam buatan (tabek). Ukiran kayu tradisional Minangkabau biasanya diterapkan pada fasad.[16]

Kalimantan

[sunting |sunting sumber]
Masjid khas Banjar dengan atap puncak curam dan panggung.

KerajaanBanjar diKalimantan Selatan merupakan kerajaan Hindu pertama di Kalimantan yang memeluk agama Islam setelah mendapat pengaruh dariKesultanan Demak di Jawa. Gaya arsitektur masjid Banjar mempunyai kemiripan dengan masjid-masjid kesultanan Demak, khususnyaMasjid Agung Demak. Dalam perjalanan sejarahnya, Banjar mengembangkan gaya arsitekturnya sendiri. Salah satu ciri utama masjid Banjar adalah atapnya yang bertingkat tiga atau lima dengan puncak yang curam, berbeda dengan atap masjid Jawa yang relatif rendah. Ciri lainnya adalah tidak adanyaserambi (teras beratap) di masjid Banjar, yang merupakan ciri tradisional di masjid Jawa. Gaya masjid Banjar mirip dengan masjid-masjid di Sumatera Barat dan mungkin berhubungan dengan contoh-contoh lain dari Semenanjung Malaysia.[17]

Maluku dan Papua

[sunting |sunting sumber]
Masjid Tua Wapauwe di PulauAmbon

Islam datang ke Maluku pada akhir abad ke-15 melalui Jawa, dengan dampak terkuat dirasakan di pulau rempah-rempahTernate danTidore. Fitur-fitur yang ada di masjid tertua di kepulauan ini, seperti Masjid Sultan Ternate, meniru fitur-fitur yang ada di masjid-masjid tertua di Jawa.[18] Namun, masjid-masjid di Maluku tidak memiliki peristyle, teras, halaman, dan gerbang, tetapi tetap mempertahankan atap bertingkat dan denah lantai terpusat seperti masjid-masjid di Jawa.[19] Wilayah Papua hanya memiliki sedikit masjid penting, karena wilayah tersebut sebagian besar beragama Kristen.

Lihat juga

[sunting |sunting sumber]

Referensi

[sunting |sunting sumber]
  1. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 88–89.ISBN 981-3018-30-5.
  2. Bagoes Wiryomartono 2009, hlm. 34.
  3. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 88–89.ISBN 981-3018-30-5.
  4. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 94–95.ISBN 981-3018-30-5.
  5. 12Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 88–89.ISBN 981-3018-30-5.
  6. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 86–87.ISBN 981-3018-30-5.
  7. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 96–97.ISBN 981-3018-30-5.
  8. 123Mukhlis PaEni (2009).Sejarah Kebudayaan Indonesia: Arsitektur. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hlm. 251–255.ISBN 9789797692704.
  9. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 96–97.ISBN 981-3018-30-5.
  10. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 96–97.ISBN 981-3018-30-5.
  11. Bagoes Wiryomartono 2009, hlm. 43.
  12. Petersen, Andrew (2002).Dictionary of Islamic Architecture. Routledge. hlm. 131–134.ISBN 9780203203873. Diakses tanggalJanuary 6, 2013.
  13. 12Petersen, Andrew (2002).Dictionary of Islamic Architecture. Routledge. hlm. 131–134.ISBN 9780203203873. Diakses tanggalJanuary 6, 2013.
  14. Miksic, John (1996).Ancient History. Singapore: Archipelago Press. hlm. 126–127.ISBN 981-3018-26-7.
  15. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 88–89.ISBN 981-3018-30-5.
  16. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 96–97.ISBN 981-3018-30-5.
  17. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 96–97.ISBN 981-3018-30-5.
  18. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 96–97.ISBN 981-3018-30-5.
  19. Gunawan Tjahjono (1998).Indonesian Heritage-Architecture. Singapore: Archipelago Press. hlm. 88–89.ISBN 981-3018-30-5.

Bibliografi

[sunting |sunting sumber]
  • Bagoes Wiryomartono (2009). "A Historical View of Mosque Architecture in Indonesia".The Asia Pacific Journal of Anthropology.10:33–45.
Sejarah Nusantara
(pra-Indonesia)
Sejarah Indonesia
Geografi
Politik dan
pemerintahan
Ekonomi
Demografi
Budaya
Simbol
Flora dan fauna
Lainnya
Rumah adat
    Jawa
    Bali
    Minangkabau
    Batak
    Dayak
    Sunda
    Sumatera Selatan
    Nusa Tenggara Timur
    Daerah lain
    Hindu-Buddha
    Islam
    Kolonial Belanda
    Awal
    Modern
    Lainnya
    Pasca-kolonial
    & kontemporer
    1950-an–1970-an
    1970-an–sekarang
    Sumatera
    Jawa
    Kalimantan
    Sulawesi
    Nusa Tenggara
    Maluku
    Papua
    Cabang lainnya
    Tokoh utama
    Era klasik
    Era Kebangkitan
    Nasional
    Pasca-
    kemerdekaan
    Organisasi
    Negara
    Masyarakat sipil
    Partai politik
    Laskar
    Sejarah
    Pra-
    kemerdekaan
    Pasca-
    kemerdekaan
    Daerah
    Sumatra
    Jawa
    Nusa Tenggara
    Kalimantan
    Sulawesi
    Maluku
    Papua
    Kebudayaan
    Pendidikan
    Gerakan
    Lainnya
    Elemen
    Struktural
    Atap
    Objek
    religius
    Dekorasi
    Kamar
    Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Arsitektur_masjid_di_Indonesia&oldid=28439559"
    Kategori:

    [8]ページ先頭

    ©2009-2025 Movatter.jp