Bagian penerimaanresep dalam suatu apotek modern.Apotek danrumah obat diSurabaya pada tahun 1930-an
Apotek (berasal daribahasa Belanda:Apotheek)[a] adalah tempat menjual dan kadang membuat atau meramuobat. Apotek juga merupakan tempatapoteker melakukan praktik profesifarmasi sekaligus menjadiperitel. Kata ini berasal dari katabahasa Yunaniapotheca yang secara harfiah berarti "penyimpanan".
Istilah Apoteke atau Apotek mulai diperkenalkan oleh seorangdokter atau tabibRomawi bernamaGalen (131-201CE), yang menamakan tempatnya memeriksa pasien sebagai "latron" dan tempatnya menyimpan obat disebut "apotheca", yang secara harfiah berarti gudang. Nama Galen saat ini diabadikan sebagai sebutan ilmu meracik obat secara mekanis (dgnmortar misalnya), yaituGalenicals.
Meskipun apotek sebagai nama gudang obat sudah sejak abad ke-2, namun apotek sebagai tempat pembuatan dan penyaluran obat baru ada pada tahun750 CE, 500 tahun setelah zaman Galen, dan tempatnya diBaghdad, bukan di Romawi. Citra dan status apotek di Baghdad ketika itu amat tinggi dan terkenal, sehingga tidak sedikit orang yang melengkapi namanya dengan atribut "Ibn-al-attar" yang artinya "anak apoteker". Salah satu tokoh farmasi ternama adalahAvicenna aliasIbnu Sina, seorang dokter-farmasi dariPersia yg hidup pada tahun930-1037 CE.
Hingga awal abad ke-13, belum dikenal istilahAPOTEKER atau PHARMACIST, dokter dan apoteker masih menjadi satu profesi yg disebut antara lain:medicineman,healer,shaman,tabib,sinshe,dukun dan lain-lain. Pada tahun1240, kerajaanSisilia mengeluarkan undang-undang yg memisahkan antara profesi dokter dan apoteker. Dokter hanya boleh memeriksa pasien, menuliskan resep obat. Kemudian resep dibuatkan obat oleh apoteker, yg dibawa kembali kepada dokter untuk diminumkan kepada pasien. Kemudian pada tahun1407, terbitlahPharmacist's Code of Genoa yg melarang seorang apoteker bekerja sama dengan seorang dokter.
Apoteker sebagai profesi diIndonesia sebenarnya relatif masih muda dan baru dapat berkembang secara berarti setelah masa kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa kolonialHindia Belanda maupun masapendudukan Jepang, kefarmasian di Indonesia pertumbuhannya sangat lambat, dan profesi ini belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Sampai proklamasi kemerdekaan Indonesia, para tenaga farmasi yang ada di Indonesia pada umumnya, masih terdiri dari asisten dari apoteker dengan jumlah yang sangat sedikit dan umumnya berasal dariDenmark,Austria,Jerman danBelanda.
Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada dasarnya diawali dengan pendidikan asisten apoteker pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Pendidikan asisten apoteker dilakukan dengan sistem "magang" di tempat kerjanya, yaitu di apotek oleh apoteker yang mengelola dan memimpin sebuah apotek. Setelah calon asisten apoteker telah bekerja dalam jangka waktu tertentu di apotek dan dianggap memenuhi syarat, maka diadakan ujian pengakuan yang diselenggarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Menurut catatan yang ada, asisten apoteker wargaBelanda lulusan Hindia Belanda yang pertama adalah pada tahun1906 yang diuji diSurabaya.Inlander (pribumi Hindia Belanda) yg tercatat sebagai lulusan pertama pada tahun1908 yang diuji di Surabaya dan lulusan kedua terjadi pada tahun1919 yang diuji diSemarang.
Dari bukuVerzameling Voorschriften tahun1936 yang dikelurkan oleh DVG dapat diketahui bahwa Sekolah Asisten Apoteker didirikan dengan Surat Keputusan Pemerintah tanggal7 Oktober1918 nomor 38, yang kemudian diubah dengan urat keputusan tanggal28 Januari1923 nomor 15 (Staatblad. no. 50) dan 28 Juni 1934 nomor 45 (Staatblad 392) dengan nama “Leergang voor de opleiding van apotheker-bedienden onder den naam van apothekers-assistenschool“.
Peraturan ujian asisten apoteker dan persyaratan izin kerja diatur dalam surat keputusan Kepala DVG tanggal16 Maret1933 nomor 8512/F yang kemudian diubah lagi dengan surat keputusan tanggal8 September1936 nomor 27817/F dan tanggal6 April1939 nomor 11161/F. Dalam peraturan tersebut antara lain dinyatakan bahwa persyaratan untuk menempuh ujian asisten apoteker ialah harus berijazahMULO Bagian B, surat keterangan bahwa calon telah melakukan pekerjaan kefarmasian secara terus menerus selama 20 bulan di bawah pengawasan seorang apoteker di Belanda atau di Hindia Belanda yang memimpin sebuah apotek atau telah mengikuti pendidikan asisten apoteker diBatavia.
Dengan adanya peraturan itu pula, maka ujian hanya diselenggarakan di Batavia, tidak lagi di Surabaya dan Semarang. Setelah didirikanSekolah Asisten Apoteker tersebut, lulusan asisten apoteker sedikit meningkat rata-rata 15 orang setahun, bahkan pada tahun1941 tercatat lulusan asisten apoteker sebanyak 23 orang. Sebelum dibentuk sekolah tersebut setahun rata-rata hanya 5 orang, yang kesemuanya berasal dari pendidikan praktik di apotek.
Pada masa pendudukan Jepang dirintis pendidikan tinggifarmasi pada tanggal1 April1943 dengan namaYakugaku, sebagai bagian dari JakartaIka Daigaku. Pada tahun1944Yakugaku diubah menjadiYaku Daigaku. Selanjutnya pada tahun 1944, pemerintah pendudukan Jepang membuka pendidikan asisten apoteker dengan masa pendidikan selama 8 bulan dan siswa berasal dari lulusan SMP. Sampai Agustus1945, telah dihasilkan dua angkatan dengan jumlah yang sangat sedikit. Setelah diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia, pendidikan tinggi farmasi ini lantas bubar dan segenap siswanya ikut berjuang.
Untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan akan tenaga madya di bidang farmasi, pada tahun1950 di Jakarta dibuka sekolah asisten apoteker negeri yang pertama, dengan jangka waktu pendidikan selama dua tahun. Lulusan angkatan pertama sekolah asisten apoteker ini tercatat sekitar 30 orang. Pada tanggal5 September1953 Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi UGM untuk pertama kali menghasilkan 2 orang apoteker. Sekitar satu setengah tahun kemudian Bagian Farmasi Institut Teknologi Bandung menghasilkan apoteker pertama pada tanggal2 April1955.
Dikarenakan masih kekurangan tenaga apoteker, pada tahun 1953 dikeluarkanUndang Undang nomor 3 tentang Pembukaan Apotek. Sebelum dikeluarkannya UU tersebut untuk membuka apotek boleh dilakukan di mana saja dan tidak diperlukan izin dari Pemerintah. Dengan adanya UU tersebut maka Pemerintah dapat menutup kota kota tertentu untuk mendirikan apotek baru karena jumlahnya sudah dianggap cukup memadai. Izin pembukaan apotek hanya diberikan untuk daerah-daerah yang belum ada atau belum memadai jumlah apoteknya.
UU nomor 3 tersebut kemudian diikuti keluarnya UU nomor 4 tahun 1953 tentangApotek Darurat yang membenarkan seorangasisten apoteker untuk memimpin sebuah apotek. UU Apotek Darurat ini sebenarnya harus berakhir pada tahun 1958 karena ada klausul yang termaktub dalam UU tersebut yang menyebutkan bahwa UU tersebut tidak berlaku lagi 5 tahun setelah apoteker pertama dihasilkan oleh Perguruan Tinggi Farmasi di Indonesia. Tetapi karena lulusan apoteker ternyata sangat sedikit, UU Apotek Darurat tersebut diperpanjang sampai tahun1963 dan perpanjangan tersebut berdasarkan surat keputusanMenteri Kesehatan tanggal29 Oktober1963 nomor 770/Ph/63/b.
Sampai tahun 1963, apotek-apotek di Indonesia masih ada yg bercampur dengan praktik dokter, atau disebut "apotek-dokter", selain ada yg namanya "apotek darurat" atau apotek yg dipimpin seorang asisten apoteker. BerdasarkanPeraturan Pemerintah Nomor 26 tahun1965 tentang Apotek, maka berakhir pula izin-izin apotek dokter dan apotek darurat.
Sebelumnya SK Menteri Kesehatan Nomor 33148/Kab/176 tanggal8 Juni1962, antara lain menetapkan pelarangan izin baru untuk pembukaan apotek-dokter, dan semua izin apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal1 Januari1963. Sedangkan berakhirnya apotek darurat ditetapkan denganSurat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang isinya antara lain: pelarangan penerbitan izin baru untuk pembukaan apotek darurat, dan semua izin apotek darurat Ibu kota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal1 Februari1964, dan semua izin apotek darurat di ibu kota Daerah Tingkat II dan kota-kota lainnya dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal1 Mei 1964.