Adam Malik | |
---|---|
![]() | |
Wakil Presiden Indonesia ke-3 | |
Masa jabatan 23 Maret 1978 – 11 Maret 1983 | |
Presiden | Soeharto |
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-4 | |
Masa jabatan 1 Oktober 1977 – 23 Maret 1978 | |
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ke-7 | |
Masa jabatan 1 Oktober 1977 – 23 Maret 1978 | |
Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa | |
Masa jabatan 1971–1972 | |
Menteri Luar Negeri Indonesia ke-11 | |
Masa jabatan 28 Maret 1966 – 23 Maret 1978 | |
Presiden | Soekarno Soeharto |
Menteri Perdagangan Indonesia ke-16 | |
Masa jabatan 13 November 1963 – 27 Agustus 1964 | |
Presiden | Soekarno |
Wakil Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat | |
Masa jabatan 29 Agustus 1945 – Februari 1950 | |
Presiden | Soekarno |
Ketua KNIP | Kasman Singodimedjo |
Informasi pribadi | |
Lahir | (1917-07-22)22 Juli 1917 Pematangsiantar,Sumatera Timur,Hindia Belanda |
Meninggal | 5 September 1984(1984-09-05) (umur 67) Bandung,Jawa Barat, Indonesia |
Makam | Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata |
Partai politik | Golkar |
Afiliasi politik lainnya | |
Suami/istri | |
Pekerjaan |
|
Tanda tangan | ![]() |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | Gerilyawan Indonesia |
Masa dinas | 1940-an |
Pangkat | Komandan |
Pertempuran/perang | |
![]() ![]() | |
Adam Malik Batubara (22 Juli 1917 – 5 September 1984) adalah seorang politikus Indonesia dan mantan jurnalis yang menjabat sebagaiwakil presiden ketiga. Sebelumnya ia menjabat sebagaiketua parlemen,menteri luar negeri,presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan jurnalis. Adam Malik ditetapkan sebagai salah seorangPahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasarkan Keppres Nomor 107/TK/1998.[1]
Adam Malik adalah anak dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.[2][3] Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di Pematangsiantar.[2] Adam Malik adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara.[2] Adam Malik menempuh pendidikan dasarnya diHollandsch-Inlandsche School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah AgamaMadrasah Sumatera Thawalib Parabek diBukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.[2]
Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik untuk pergi merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama denganAbdul Hakim,Djohan Sjahroezah,Soemanang,Albert Manumpak Sipahutar, danPandu Kartawiguna memelopori berdirinyaKantor Berita Antara.[3]
Bab atau bagian initidak memilikireferensi atausumber tepercaya sehingga isinya tidak bisadipastikan. Tolong bantuperbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak.Bab atau bagian ini akan dihapus bila tidak tersedia referensi kesumber tepercaya dalam bentukcatatan kaki ataupranala luar. |
Adam Malik juga aktif dalam pergerakan kebangsaan yang dilakukannya secaraautodidak. Pada masa mudanya, ia sudah aktif ikut pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1934-1935, ia memimpinPartai Indonesia (Partindo)Pematang Siantar danMedan.[4]
Pada tahun 1940 hingga 1941, Adam Malik merupakan anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta. Bersamaan dengan itu, ia mengawali karier dengan bekerja sebagaiwartawan di Jakarta dan merupakan salah satu pendiriKantor Berita Antara.[5] Kantor Berita Antara didirikan di Buiten Tijgerstraat 38Noord Batavia (Jl. Pinangsia II Jakarta Utara) kemudian pindah JI. Pos Utara 53 Pasar Baru,Jakarta Pusat. Sebagai Direktur diangkat Mr.Soemanang, dan Adam Malik menjabatRedaktur merangkap Wakil Direktur. Dengan modal satu meja tulis tua, satu mesin tulis tua, dan satu mesin roneo tua, mereka menyuplai berita ke berbagai surat kabar nasional. Sebelumnya, ia sudah sering menulis antara lain di koran Pelita Andalas dan Majalah Partindo. Tahun 1941 sebagai utusan Mr. Soemanang bersamaDjohan Sjahroezah datang ke rumahSugondo Djojopuspito minta agar Soegondo bersedia menjadi Direktur Antara, dan Adam Malik tetap sebagai Redaktur merangkap Wakil Direktur.
Di zamanpenjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya melawanPemerintahan Jepang dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Pada 1945, menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Menjelang 17 Agustus 1945, bersamaSukarni,Chaerul Saleh, danWikana, ia pernah membawaBung Karno danBung Hatta keRengasdengklok untukmemproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Demi mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, ia menggerakkan rakyat berkumpul dilapangan Ikada, Jakarta.
Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua IIIKomite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan. Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan anggotaPartai Rakyat, pendiriPartai Murba, dananggota parlemen. Tahun 1945-1946 ia menjadi anggota Badan Persatuan Perjuangan di Yogyakarta. Kariernya semakin menanjak ketika menjadi Ketua II Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP. Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. 1948-1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Pada tahun 1956, ia berhasil memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) yang lahir dari hasilpemilihan umum.
Karier Adam Malik di dunia internasional terbentuk ketika diangkat menjadiDuta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk negaraUni Soviet danPolandia. Pada tahun 1962, ia menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundinganIndonesia denganBelanda mengenai wilayahIrian Barat diWashington D.C,Amerika Serikat. Yang kemudian pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Pada bulan September 1962, ia menjadi anggota Dewan Pengawas Lembaga di lembaga yang didirikannya, yaitu Kantor Berita Antara. Pada tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu Kabinet yang bernamaKabinet Kerja IV sebagaiMenteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima Operasi ke-I Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE). Pada masa semakin menguatnya pengaruhPartai Komunis Indonesia, Adam Malik bersamaRoeslan Abdulgani dan JenderalAbdul Haris Nasution dianggap sebagai musuh PKI dan dicap sebagai triosayap kanan yang kontra-revolusi.
Ketika terjadi pergantian rezim pemerintahanOrde Lama, posisi Adam Malik yang berseberangan dengankelompok kiri justru malah menguntungkannya. Tahun 1966, Adam disebut-sebut dalam trio baruSoeharto-Sultan-Malik. Pada tahun yang sama, lewat televisi, ia menyatakan keluar dari Partai Murba karena pendirian Partai Murba, yang menentang masuknya modal asing. Empat tahun kemudian, ia bergabung denganGolkar. Pada tahun 1964, ia mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan diPBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagaiMenteri Luar Negeri Republik Indonesia dikabinet Dwikora II.
Karier murninya sebagai Menteri Luar Negeri dimulai dikabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri dikabinet Ampera II. Pada tahun 1968, Menteri Luar Negeri dalamkabinet Pembangunan I, dan tahun 1973 kembali memangku jabatan sebagai Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalamkabinet Pembangunan II. Pada tahun 1971, ia terpilih sebagai KetuaMajelis Umum PBB ke-26, orang Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus memimpin persidangan PBB untuk memutuskan keanggotaanRRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap berlaku. Karier tertingginya dicapai ketika berhasil memangku jabatan sebagaiWakil Presiden RI yang diangkat olehMajelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1978. Ia merupakan Menteri Luar Negeri RI di urutan kedua yang cukup lama dipercaya untuk memangku jabatan tersebut setelah Dr.Soebandrio. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahanOrde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk penjadwalan ulang utang Indonesia peninggalan Orde Lama.
Pada tanggal 5-8 Agustus 1967, Adam Malik menjadi perwakilan Indonesia di tingkat menteri untuk pertemuan lima negara yang diadakan di Bangkok. Selain Adam Malik, pertemuan ini dihadiri oleh Tun Abdul Razak (Malaysia), Narciso Ramos (Filipina), Thanat Khoman (Thailand) dan S. Rajaratnam (Singapura). Pertemuan ini menghasilkan sebuah kesepakatan pembentukanPerhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara oleh kelima negara pada tanggal 8 Agustus 1967. Kesepakatan ini kemudian disebutDeklarasi Bangkok.[6]
Sebagai seorangdiplomat,wartawan bahkanbirokrat, Adam Malik sering mengatakan “semua bisa diatur”. Sebagai diplomat ia memang dikenal selalu mempunyai 1001 jawaban atas segala macam pertanyaan dan permasalahan yang dihadapkan kepadanya. Tapi perkataan “semua bisa diatur” itu juga sekaligus sebagai lontaran kritik bahwa di negara ini “semua bisa di atur” dengan uang.
Setelah mengabdikan diri demi bangsa dan negaranya, H. Adam Malik meninggal diBandung pada 5 September 1984 karenakanker hati. Jenazahnya dikebumikan diTaman Makam Pahlawan Kalibata.[7] Kemudian, isteri dan anak-anaknya mengabadikan namanya dengan mendirikan Museum Adam Malik.
Pada tahun 1982, Adam Malik menerima Dag Hammarskjöld Award dari PBB.[butuh rujukan] Ia juga ditetapkan menjadipahlawan nasional pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan Presiden Indonesia Nomor 107/TK/1998. Keputusan ini diterbitkan pada tanggal 6 Nopember tahun 1998. Nama Adam Malik berada dalam urutan ke-105 dari 156 pahlawan nasional hingga tahun 2010 berdasarkan rilisan olehKementerian Sosial Republik Indonesia.[8]
|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)|url-status=
yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan);line feed character di|title=
pada posisi 19 (bantuan)Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Sri Sultan Hamengkubuwono IX | Wakil Presiden Republik Indonesia 1978–1983 | Diteruskan oleh: Umar Wirahadikusumah |
Didahului oleh: K.H. Idham Chalid | Ketua DPR/MPR 1977–1978 | Diteruskan oleh: Daryatmo |
Didahului oleh: Subandrio | Menteri Luar Negeri Indonesia 1966–1978 | Diteruskan oleh: Mochtar Kusumaatmadja |
Didahului oleh: Suharto | Menteri Perdagangan Indonesia 1963–1964 | Diteruskan oleh: Achmad Yusuf |
Jabatan diplomatik | ||
Didahului oleh: Lambertus Nicodemus Palar | Duta Besar Indonesia untuk Uni Soviet 1960–1964 | Diteruskan oleh: Manai Sophiaan |
Jabatan baru | Duta Besar Indonesia untuk Polandia 1959–1962 | Diteruskan oleh: Gustaaf Adolf Maengkom |